Skip to main content

Posts

Showing posts from 2013

Buaya Darat #2

Oke, setelah di postingan sebelumnya dibahas sejarah dari buaya darat, aku mau share kalau aku tadi menemukan hewan lain yang lebih layak untuk mengistilahkan pria-hidung-belang. Jadi tadi aku lagi nonton Kompas TV yang soal hewan-hewan gitu kan (lupa judulnya haha), dibahasnya tentang kehidupan cheetah di sana. Kayaknya cheetah lebih bisa menganalogikan kasus ini deh. Sumber: Dokumen Istimewa Jadi cheetah betina hidup bersama anak-anaknya sampai si anak-anak ini bisa bertahan hidup sendiri. Dalam koloni cheetah, betina yang memegang peran membesarkan anak-anak. Mulai dari memberi makan, mengajari cara berburu, bahkan melindungi anak-anak dari serangan predator lain. Lah sementara di bapak cheetah hidup sendiri atau berkoloni dengan beberapa teman prianya. Mereka berburu untuk dimakan sendiri. Kesehariannya hanya berkeliling menandai wilayah kekuasaan, berjaga kalau ada penyusup datang, dan mencari betina kalau musim kawin datang. Heleh -_- Malah beberapa jantan sering

Buaya Darat #1

Guys , pasti pernah mendengar istilah buaya darat kan ya? Istilah ini dalam KBBI artinya penjahat atau penggemar perempuan. Namun pada perkembangannya lebih banyak digunakan pada kasus kedua. Biasanya pria yang suka mempermainkan wanita akan mendapat predikat buaya darat. Entah kenapa masalah main-mempermainkan ini selalu diidentikkan dengan kaum adam. Kalau ada yang bilang player, hidung belang,   juga buaya darat, pasti imajinasinya langsung ke sosok berkromoso-xy: pria. Wanita sendiri sampai saat ini tidak punya julukan khusus macam itu, meski sekarang bukan cuma pria yang bisa mempermainkan wanita. Kasus sebaliknya sudah marak sekali terjadi. Oke, kembali ke buaya darat. Aku tidak tahu kenapa buaya dijadikan sebagai maskot ketidak-setiaan. Padahal buaya di habitat aslinya dikenal sebagai makhluk yang setia. Tidak seperti kebanyakan hewan, buaya jantan hanya akan kawin dengan satu betina yang sama seumur hidupnya. Beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa jika betinanya mati lebih

Open Mic Pertama

Pengalaman pertama open mic. Hari ini, di Garkul Shake & Steak, Muntilan, berkat Komunitas Stand Up Comedy Muntilan rintisan guru SD-ku. Itu open mic #2 buat SUC muntilan, but my first time. Rasanya? Aneh. Haha Gimana nggak aneh ya. Biasanya kan kalau maju di depan umum tuh gimana caranya biar nggak diketawain, lha ini maju sengaja buat diketawain. Aneh kan? Justru awkward moment banget kalau sama sekali nggak diketawain. Ini intermezzo aja sih. Kata mas-mas sebut saja "Widodo" yang notabene senior saya, open mic itu bukan untuk diketawain. Kita melakukan stand up comedy untuk mencurahkan apa yang mengganggu pikiran kita. Jadi niatnya tuh harusnya bukan untuk ngelucu. Diketawain tuh urusan nanti, yang penting lega. Hampir kayak menulis ya. BTT, 15-12-13 Dien Ihsani

Mengejar Entah-Apa

Aku nggak tahu cuma perasaanku atau emang bener, belakangan makin banyak orang yang terburu-buru. Entah apa yang dikejar aku tidak tahu. Terutama di jalanan. Seolah tiap pengguna harus menjelma liar biar kebagian jalan. pembantu polisi yang sering membantu mobil menyeberang di persimpangan-persimpangan, security , tukang parkir, bahkan polisi zaman sekarang sudah jarang sekali peluitnya didengarkan. Jangankan cuma melambai tangan di pinggir jalan, sudah ke tengah jalan sambil melambaikan tanda berhenti saja masih saja ada yang nerobos kok. Padahal kendaraan yang mau nyebrang udah sampai tengah. Kalau berhenti pun paling cuma butuh beberapa detik doang. Istilah jalannya, itu kendaraan yang mau nyebrang udah masuk duluan. Ada gitu aku pernah lihat motor yang kayak gitu. Nikungnya sampai ambil jalur tetangga sebelah. Mana dengan tidak tahu dirinya masih sambil klakson berkali-kali lagi. Apa ini ya yang istilahnya maling teriak maling? Kadang-kadang tuh rasanya kasihan lihat pembant

Primadona yang Ditinggal Penggemarnya

Di warnet lagi. Iya, setelah sekian juta tahun lamanya tak menyentuh tempat ini. Haha. Gara-gara mau ngirim puluhan sertifikat online yang mustahil dikirim pake modem. Tempat ini salah satu saksi bisu bahwa everything has change . Semuanya berubah. Aku ingat dulu pernah ngenet di warnet itu perjamnya bisa sampai 5ribuan. Waktu itu kalau nggak salah aku masih SMP. Entah berapa kali aku mampir warnet dulu sepulang sekolah. Baru ada satu warnet di dekat sekolahku waktu itu. Biasanya aku sama teman-temanku menghabiskan sisa uang jajan di sana buat mainan friendster dan mIRC. Masih pakai nama alay macam cewex_kyut dan sebangsanya. Hahaha. Konyol. Tak butuh waktu lama hingga tempat macam "syurga-dunia-kala-itu" menjamur dimana-mana. Beberapa tahun kemudian bahkan mulai banting harga saking banyaknya saingan. Ada warnet yang sampai pasang harga hingga 2.500 perak saja. Apalagi setelah muncul hape yang menyediakan layanan internet. Sampai SMA aku masih sering ke warnet buat

Tumis Pakis Warung tak Bernama

Kalau suatu saat kamu berkesempatan pergi ke "Kota Ngapak" Purwokerto, mampirlah ke sebuah tempat makan yang kalau aku suka mengistilahkannya dengan: "kuliner magic ". Kenapa magic ? Seperti yang hampir semua orang tahu bahwa bisnis di bidang kuliner, selain harus punya amunisi untuk lidah, juga untuk hati. Nggak cuma makanan harus enak, tapi pelayanan juga harus kece.  That's why  pebisnis kuliner berlomba-lomba membuat desain interior aduhai, menciptakan mahakarya dengan menyulap atmosfer tempat makan dengan berbagai inovasi. Jor-joran memberikan great service . Tapi kuliner magic ini beda. Adalah sebuah warung sederhana berdinding papan yang didominasi warna hijau dan putih. Emmm.. aku sendiri sebenarnya agak ragu mengklarifikasikan tempat itu sebagai warung sih. Karena di sana sama sekali enggak ada papan namanya. Jadi aku nggak tahu apa nama warung makan itu. Nama penjualnya pun aku tak tahu. Aku bertaruh tak banyak yang tahu. Penjualnya adalah seor

Hukum Alam Pikiran

"Saya tidak tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang! --adat sekali-kali tiada mengizinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak--kami tahu berbahasa Belanda saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa saya, saya ingin pandai berbahasa yang lain-lain itu, bukan karena ingin akan pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah pikiran penulis-penulis bangsa asing itu." 18 Agustus 1899 Surat R. A. Kartini kepada Nona Zeehandelaar Penggalan surat yang aku dapat dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya Armijn Pane yang sedang aku baca itu membuatku kepikiran sesuatu. Seperti biasanya, alam pikiran adalah alam dimana bebas itu bukan hanya omong kosong. Tak ada yang berhak melarang kita berpikir tanpa alasan, tak peduli bersih pun kotor. Benar. Kartini menguatkan pendapatku soal alam merdeka ini. Di masa itu, 1899, sekitar 114 tahun yang lalu, dimana wanita masih menjadi kaum-nomor-dua, pasti bukan hal mu

Semoga Digemateni

Sekarang aku tahu kenapa ibuku selalu mendoakan, "Semoga di sana digemateni, Nduk ," tiap kali aku pamitan mau menetap di suatu tempat baru. (Digemateni: disayangi, dirawat. jawa) Karena memang menyenangkan ketika banyak orang yang memerhatikan kita. Banyak yang menanyakan, "Sudah makan belum?" di siang hari saat kita melakukan sesuatu maupun sedang enggak ngapa-ngapain itu rasanya kece. Di sini aku kayak punya banyak om dan tante baru. Hahaha. Meski kadang dimanipulasi untuk mengantar surat-surat keluar, aku suka kok. Aku jadi bisa jalan-jalan keliling kantor. Ngeceng, siapa tahu ada vitamin A gratis di jalan *dzeg! Daripada bengong nggak tahu mau ngapain pas orang-orang kelimpungan sama tugasnya masing-masing kan ya. Namanya juga anak lapangan. Paling nggak bisa kalau disuruh nggak ngapa-ngapain. Duduk diam itu menyebalkan. Mending tidur kan kalau sama-sama harus diam. Haha. Aku jadi punya rencana untuk mendoakan hal yang sama ke anakku kelak. Kayak ibuku

Nemu di Catatan #6

Jika rindu adalah waktuwaktu yang tak mampu beradu, bisa apa aku tuk melebur kau dan aku jadi satu? Jarak ini makin lama makin lebar. Hingga rasaku luber lalu hambar. Jurang ini menggali dirinya sendiri dan kubiarkan diriku berdiri di titian yang kau tinggal pergi :menanti. Rindu inikah yang kan membawamu kembali seperti caranya dulu perlahan membawamu pergi? B201, 20 Juni 2013 Dien Ihsani

Meminta atau Memberi

Kata berita di salah satu stasiun televisi swasta yang aku dengar sore tadi, pengemis di Bandung tidak mau diberi pekerjaan sebagai tukang sapu karena gaji yang dijanjikan jauh lebih kecil daripada uang yang mereka dapatkan dari hasil mengemis. Jadi tukang sapu, mereka hanya dijanjikan UMR Rp700.000,- perbulan, sementara hanya dengan menengadahkan tangan di jalanan seharian mereka bisa dapat Rp500.000,- setiap harinya (atau hingga 15juta/bulan). Sekarang, manusia mana sih yang rela meninggalkan penghasilan sebegitu besar demi sebuah pekerjaan yang boleh dibilang tak terlalu menjanjikan? 15juta perbulan itu W-O-W banget lho! Jangankan sama tukang sapu, sama kuli, sama petani, orang gaji ibuku yang PNS aja enggak sampai segitu. Nggak perlu sekolah, nggak perlu modal, cukup bertampang memelas saja, then voila! Nyaris kayak magic . Jelas mereka nolak lah ya dikasih kerjaan sebagai tukang sapu. Gimana sih pemerintah Bandung? Janjikan lah kerjaan sekaliber CEO perusahaan besar kalau mau

Nemu di Catatan #5

Seperti gelap yang mengetuk pintu kamarkamar perawan Hendakkah kau menjadikan Maryam padahal kau bukan Tuhan? Sementara dalam bilikmu seorang wanita berbaring sendirian. Mungkin angannya berteman hampa. Sisi tempat tidurnya dingin. Prianya lembur hingga esok pagi. Katanya begitu. Nyatanya angin lebih tahu. Dimana entah, 21 Mei 2013

Nemu di Catatan #4

Aku lelah mengeja katakata yang kau umbar hingga hambar. Menyulap salah terlihat benar. Di antara belukar ini aku dicekoki dasar negara. Didendang lagulagu bangsa. Dipaksa hormati sang saka tanpa tahu kenapa. Sementara dia hanya diam di ujung tiang bendera. Kibarnya tak lagi cukup tinggi terhalang cakar-cakar langit yang mencengkeram tanah pribumi. Sementara suara Bung Tomo yang dulu cumbui sudutsudut negeri pun getari sendisendi hati kini berputar saja di kakikaki gedung tinggi tuan-tuan berdasi. Mendengung bersama suara bising rakyat yang dipaksa bungkam tapi membangkang. Lalu dibiarkan saling teriak tanpa sedikitpun didengar. Bangsaku hambar. E101, 02 April 2013 Dien Ihsani

Nemu di Catatan #3

Malam tak pernah mempertanyakan mengapa matahari tak pernah menyentuhnya, meski kadang dilepasnya bulan datang di haribaan siang. Tak seperti kita, terlalu banyak kata. Pantai tak pernah menolak dibuai ombak, meski pada akhirnya harys dia lepas lagi riaknya ke samudra. Tak seperti kita, terlalu banyak kata. Dimana entah, 22 April 2013 Dien Ihsani

Nemu di catatan #2

Sepi ini pernah mengusirku hingga mati. Pun padanya juga kupasrahkan nafasku terenggut habis. Menjumput asa yang siasia. Luput aku pada penghambaan tanpa batas kata. Apalah bahasa.. Doaku bisa meluncur tanpa benarbenar terucap. Pun terkecap. Apalah waktu. Saat haribaanku adalah Kau. Berpasrah. Sudah. Lelah pada egoku yang sempat tak hendak kalah. Dimana entah, 17 April 2013 Dien Ihsani

Kau dalam Dia

Eh, kau tahu deja vu? Saat kulihat kau dalam dia nyaris kukira fatamorgana Awalnya hanya serupa saja Siapa kira bahkan motor kesayanganmu pun persis miliknya? Warna kesayanganmu, yang tak kau akui, lalu jadi kesayanganku, juga ada padanya. Dimensi fraktalkah? Sudah kubilang harusnya kau percaya bahwa fraktal bukan sekedar bualanku saja. Imajinasiku liar, memang. Kadang. Tapi kali ini jelas bukan. Lucu ya? Kadang kukira kau menjelma jadi dia. Surokonto Kulon, 01 Agustus 2013

Berdamai dengan Sikap Tak Menyenangkan

Apa aku udah bilang kalau aku udah mulai PKL? Jum'at ini hari ketiga aku menjalankan misi suci itu. Setelah semua perjuangan yang menguras air mata *halah* itu, rasanya amazing bisa duduk di ruangan ber-AC yang ada papan "Kasubag Program" menggantung di depan pintu. Yang aku rasakan pertama adalah lega. Yang kedua bingung. Yang ketiga senang. Lalu ketiganya menjadi sebuah rasa syukur yang dalam. Setelah semua yang aku lalui, gila kali ya kalau aku enggak mensyukuri ini? Terlebih di sana menyenangkan. Aku mendapatkan keluarga yang ramah dan baik. Jadi enggak begitu kerasa sendiriannya. Haha. Tim program ada sembilan orang. Aku yang kesepuluh. Boleh nggak sih aku sebut diriku penggenap? *Dzeg! Hahaha* Kali ini bukan PKL-nya yang akan aku ceritakan. Di sana menyenangkan. Itu saja. Lebih dari itu, tadi ada sebuah pelajaran yang mendadak aku sadari. Subbag Program itu konon adalah tim yang sibuk. Emang sibuk. Hari ini saja berkali-kali aku dengar salah satu, sal

Sebelum Menyesal

Pernah dengar kan lima perkara sebelum lima perkara? Ada sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, lapang sebelum sempit, kaya sebelum miskin, dan hidup sebelum mati. Kali ini aku mau sedikit beres nih (ehem). Urusan dengar mendengar, yakin deh kayaknya hampir semua pasti sama kalimat itu familiar. Tapi pernah nggak memahami maknanya? Karena sebenarnya lima perkara sebelum lima perkara itu benar-benar bukan sekedar lirik lagu semata. Sung.  (Kalau kata temenku anak Tegal, sung tuh artinya sumpah). Kalau belum, mulai sekarang, coba deh dipahami dalam-dalam. Mereka sebenarnya merujuk pada sesuatu yang kita bisa menyebutkan dengan mencegah-penyesalan. Mereka sebenarnya membahas soal waktu. Pernah nggak sih mengalami hal-hal aneh seharian bersamaan? Waktu itu bisa berubah sesuka dia. Bener-bener sesuka dia. Kayak evolusi manusia yang konon membutuhkan waktu ribuan tahun lamanya. Atau pembentukan batu bara yang menghabiskan hitungan jutaan. Sementara hal-hal lain terjadi sepersekia

Air Mata Terakhir

Kemarin, beberapa menit habis aku posting tentang Air Mata Pertama,  ada sms masuk dari salah satu mantan mbak kosku yang kebetulan dulu pernah sekamar sama aku. Agak terharu juga sih dapet tanggepannya bukan komentar di postingannya atau ke fb dimana aku share, tapi langsung sms. Haha. Isinya kurang-lebih gini: "Cieee yang habis nangis gara-gara dosen. Kamu ternyata bisa nangis to? Hebat banget ya. Mantan kamu aja ga berhasil bikin kamu nangis lho." Hahahaha. Kandani og. Kurang istimewa bagaimana coba si Mister Kind ini. Aku pernah dibikin nangis orang itu bisa dihitung pake jari lho. Jarang banget. Bukan lantaran jarang orang yang mau bikin nangis aku lho ya tentunya. Banyak lah yang tanpa dibayar pun bakal dengan senang hati bikin aku nangis. Aku nyadar diri kok betapa menyebalkannya aku ini. Sayangnya jarang banget yang berhasil. Huahaha *merasa hebat* Entah apa akunya yang enggak punya perasaan atau gimana ya. Belakangan bahkan acara motivasi aja udah nggak memp

Air Mata Pertama

Ternyata makhluk satu ini nggak cuma menguras tenaga dan pikiran doang, tapi juga sukses menguras air mata. Nahlho! Apa-apaan ini belum-belum udah melomelo. Ini bukan soal pacar baruku yang aku dedikasikan satu folder di leptopku khusus untuknya itu. Belum. Ini soal..mm..mungkin semacam selingkuhan ya. PKL. Praktek Kerja Lapangan, anak tiri yang entah kenapa tiba-tiba show on minta banget diperhatiin. Bayangpun satu minggu aku habiskan cuma buat ngejar-ngejar tanda tangan satu orang yang mahapenting di dunia per-PKL-an. Sebut saja Mister Kind. Nama adalah sebuah doa, kan? Setelah beberapa hari lalu dia sukses masuk dalam mimpi indahku, pagi tadi dia membuatku menangis kayak bocah kehilangan mainan. Sumpah demi apa. Aku jarang banget lho nangis. Lalu Mister Kind ini dengan cool -nya menjadi satu dari sedikit oknum yang pernah bikin aku nangis. Jengjeeeeeeenggg….!!! Format proposalku salah. Format surat izinku salah. Atau aku yang salah? Entah. Bisa bayangin, udah ba

Belum-Belum Sudah Nostalgia

Ternyata benar apa yang dulu mbak kosku pernah bilang, jadi mahasiswa semester tua itu nggak enak. Sama sekali enggak enak. Feel mahasiswanya udah nggak sama lagi. Kampus jadi tempat yang enggak asik lagi. Sepi, meski secara denotasi justru sebaliknya. Apalagi pas masa-masa mahasiswa baru (maba) masih banyak-banyaknya tugas gini. Mereka udah kayak jamur aja menggerombol dimana-mana. Dari tempat yang lazim kayak taman atau perpustakaan, sampai koridor mereka penuhin. Udah kayak yang punya kampus aja. Ngebetein. Iya, maba itu ngebetein. Aku nggak suka sama maba karena mereka kayak ngingetin aku kalau aku semakin tua. Aku nggak suka sama maba karena mereka suka ngumpul dimana-mana. Ha! That's the point . Aku nggak suka maba karena mereka suka ngumpul dimana-mana, sementara teman ngumpulku udah pada kemana-mana. Aku kangen teman-temanku. Serius. Deeply . Jadi mahasiswa semester tua itu nggak enak. Sama sekali enggak enak. Bukan cuma gara-gara skripsi yang dari tahun kapan

Supporter yang Budiman

Malam ini Indonesia bahagia. Dimana-mana aku melihat selebrasi. Di tivi, di kosanku, di kosan sebelah, di timeline, di beranda, dimana-mana. Indonesia juara 1 AFF lagi setelah (katanya) 22 tahun berlalu. Kalau salah, maaf. Aku bukan penggemar bola. Apapun, aku ikut bahagia. Setelah dua kali perpanjangan, 9 kali tanding pinalti, menang dengan selisih 1 gol itu luar biasa. Diiringi "jebret" sang komentator, disambut tangis orang sestadion, dimeriahkan gema "Alhamduuuu.... lillaaah" yang entah dari mana. Asli! Buatku yang jarang banget nonton sepak bola ini, pertandingan Indonesia vs Vietnam tadi adalah pertandingan paling mendebarkan. Jauh lebih mendebarkan daripada final piala dunia. Jauh lebih mendebarkan daripada nunggu nilai ujian keluar. Aku sampai hampir nggak yakin jantungku kuat nahan deg-degan sejak Vietnam ngegolin di pinalti pertama. God, masih empat kali lagi .  Ternyata aku salah. Ada adu pinalti season 2. Udah kayak sinetron aja. Rasanya pengen bi

Puisi di Pagi Hari

Kemaren, mendadak temenku yang biasa aku panggil Cinta (ini nama asalnya dari mana kami sama-sama lupa) ngirimin puisi panjang ke wall facebook-ku. tepaki jalan prinsip itu memang tak ringan, bergeronjal, menanjak, dan penuh liku bukan hanya itu, berpapasan, bersebrangan, dan berbalap, tergantung penepak jalan it sendiri, akan terus berjalan sesuai dg prinsipnya, ataukah justru akan berbalik arah mengikut yang tengah berpapasan? ataukah berbelok menuju arah yang tak tau kemana ia berjalan? atau justru berhenti karna takut akan semua yang tengah membalapnya? jiwa yang tangguh bukanlah yang mampu mengalahkan lawan, tapi yang mampu menepak jalan prinsipnya.. selamat berjuang...:D 17 September 2013  Ah, aku terharu total. Haha. Apa dia mengasihaniku yang selalu bilang bingung sama jalan hidupku? Hahaha. Mungkin. Kadang bocah menyebalkan ini memang bisa menjadi a nice guy ever . Kalau pas dia lagi kesurupan jin baik aja sih. Haha Pagi itu aku emang lagi galau berat. Mas

Pacar Baru

Ini minggu-minggu awal aku bikin skripsi. Di tempatku sih namanya tugas akhir. Apapun lah. Bagiku terdengar sama-sama menakutkan. Tadinya aku mau ambil ini makhluk nanti aja pas semester 8, tapi entah bagaimana kronologinya, aku toh akhirnya mencantumkan namanya di KRS-ku semester 7. Beberapa temanku bilang aku *labil* , lainnya bilang hebat, aku sendiri merasa sedikit gila. Ah, apalah arti aksi gila di hidupku yang kadung random ini. Aku pikir, dengan memasukkan namanya dalam salah satu daftar di KRS-ku saja, semua sudah akan berakhir. Aku salah besar. Jalanmu masih panjang, Nak. Kegilaan satu itu justru awal kegilaan-kegilaan selanjutnya. Ternyata makhluk berinisial TA ini juga butuh pendaftaran ulang. Jadi aku harus daftar dulu ke salah satu dosenku yang menjadi koordinator TA. Halah. Rempongnya kau ini, Nak. Aku tahu itu aja secara nggak sengaja dari seorang teman yang bertanya, “Kamu udah daftar TA?” Waktu itu aku jawab aja, “Belum. Emang terakhir kapan sih?” Pada