Skip to main content

Meminta atau Memberi

Kata berita di salah satu stasiun televisi swasta yang aku dengar sore tadi, pengemis di Bandung tidak mau diberi pekerjaan sebagai tukang sapu karena gaji yang dijanjikan jauh lebih kecil daripada uang yang mereka dapatkan dari hasil mengemis. Jadi tukang sapu, mereka hanya dijanjikan UMR Rp700.000,- perbulan, sementara hanya dengan menengadahkan tangan di jalanan seharian mereka bisa dapat Rp500.000,- setiap harinya (atau hingga 15juta/bulan).

Sekarang, manusia mana sih yang rela meninggalkan penghasilan sebegitu besar demi sebuah pekerjaan yang boleh dibilang tak terlalu menjanjikan? 15juta perbulan itu W-O-W banget lho! Jangankan sama tukang sapu, sama kuli, sama petani, orang gaji ibuku yang PNS aja enggak sampai segitu. Nggak perlu sekolah, nggak perlu modal, cukup bertampang memelas saja, then voila! Nyaris kayak magic.

Jelas mereka nolak lah ya dikasih kerjaan sebagai tukang sapu. Gimana sih pemerintah Bandung? Janjikan lah kerjaan sekaliber CEO perusahaan besar kalau mau kasih solusi buat memberantas mereka.

Damn!

Ini menyebalkan kalau dipikir-pikir. Bahkan tangan-tangan yang tiap hari ngasih mereka duit atas nama belas kasihan pun belum tentu lho pernah lihat duit sebegitu banyak.

Tapi dunia ini selalu punya hal-hal yang enggak bisa dilogika, Bro. Dunia ini enggak melulu cuma soal untung rugi. Manusia mana sih yang mau meninggalkan penghasilan sebegitu besar untuk sebuah pekerjaan yang bisa dibilang tidak menjanjikan? Jawabannya tentu hanya manusia yang punya malu.

Maaf ya kalau aku harus bilang bahwa mengemis itu sama sekali enggak terhormat. Memalukan.

Maaf banget kalau aku harus frontal mengatakan ini. Kalau ada pengemis yang bilang capek jadi orang miskin, kalau di mataku sih enggak ada yang salah dengan tidak punya uang. Sama sekali enggak ada yang salah. Mental meminta-minta itulah yang justru sebuah kesalahan besar.

Di mataku, mengemis itu bukan soal nasib atau keberuntungan. Itu lebih pada mental tangan yang lebih suka di bawah daripada di atas. Karena emang lebih mudah minta kan daripada ngasih.

Tapi merunut kalimat dari seseorang yang aku lupa siapa, hidup baru akan berarti kalau kita udah sanggup memberi. Karena hakikat dari kehidupan bukan pada apa saja yang kita dapatkan, tapi apa saja yang sudah kita berikan.

Aku diajarkan untuk memberi semampunya dan mengambil secukupnya. Orang besar adalah orang yang memberikan semua hal terbaik yang dia punya. Laut mati terjadi karena dia hanya menerima tanpa sekalipun memberi.

Aku jadi agak sentimentil sama berita tadi. Ya ampun, Pemerintaaah! Orang macam itu tuh udah nggak perlu digubris lagi. Susah. Percuma. Nurutin mereka tuh kayak ngikutin maunya pemimpi. Muskil!

Pada kenyataannya, hanya sepersekian persen saja orang yang mengemis karena memang itu saja satu-satunya yang bisa dia lakukan kan? Sisanya hanya kumpulan orang-orang putus asa.

Kenapa harus kerja sih kalau kita bisa minta?

Pernah nggak sih mikir kenapa harus minta kalau kita bisa kerja?

Emang sih ya gaji 700ribu sebulan buat hidup di Bandung pasti another magic. Susah. Nggak bakal cukup untuk dibilang sejahtera. Tapi aku percaya kalau sekasar apapun yang kita kerjakan, berapapun uang yang kita hasilkan, ada nilai yang jauh lebih tinggi ketimbang uang 15juta hasil mengemis. Harga diri kita terletak pada apa yang kita usahakan, bukan berapa uang yang kita dapatkan. Yang aku tahu Tuhan suka pada hambanya yang berusaha. Dan mengemis itu sama sekali bukan sebuah usaha.

Kalau dikasih UMR 15 juta perbulan terus mereka baru mau berhenti mengemis gitu? Prei! Kalau aku jadi pemerintahnya, aku pilih give up aja. Itu udah bukan keadaan, itu udah mental. Meminta-mintanya udah akut. Kalau nurutin mereka mah malah kacau semua. Gimana sama UMR buruh? Gimana sama kuli-kuli yang gaji sehari kerjanya buat makan aja belum tentu cukup? Gimana sama pekerja-pekerja kasar yang kaki dan tangannya sampai enggak bisa lagi merasakan sakit saking tebal kapalannya? Yang mereka nggak tahu lagi rasanya capek saking tiap hari dirasakan.

Akan sangat tidak adil buat mereka yang sudah berusaha kalau kita terlalu mikirin orang-orang yang enggak mau berusaha sama sekali.

Masih banyak orang yang jauh lebih penting untuk dipikirkan kesejahteraannya daripada ngasih makan orang yang emang mentalnya udah enggak mau kerja begitu. Udah biarin aja. Biar mereka mengejar apa yang pengen mereka dapat. Biarin aja lah mereka merusak kenyamanan atau apalah namanya. Urusan mereka sama hidup mereka. Kalau emang cuma sebegitu saja harga dirinya, mau gimana lagi? Kalau cuma itu aja yang mereka bisa, yowes to piye meneh. Kalau dengan begitu saja hidup mereka sudah bahagia, ya susah mau ngubah apapun.

Sekali lagi maaf kalau kali ini aku terlalu sentimentil. Maaf kalau banyak kalimat kasar. Tapi ini sungguh menyebalkan. Benar-benar sangat menyebalkan.

Mental mengemis mungkin salah satu hal busuk yang enggak sanggup aku toleransi. Soalnya aku masih enggak nemu keadaan macam apa sih yang membuat mereka bener-bener enggak ada jalan lain selain ngemis? Kalau orang yang cacat sampai sebegitunya aja ada yang masih bisa cari duit dengan cara yang terhormat, kenapa mereka enggak? Jelas kan kalau ini cuma soal pilihan hidup? Tergantung orang itu punya rasa malu atau enggak. Udah lah pemerintah, enggak perlu terlalu ngoyo berbaik hati sama orang yang enggak bisa dibaikin.


Banjarsari, 26 Oktober 2013
Dien Ihsani

Comments

Paling Banyak Dibaca

Ketika Wanita Jatuh Cinta... Kepada Sahabatnya

Apa yang terjadi ketika seseorang jatuh cinta? Katanya cinta itu indah. Bahkan eek saja bisa berasa coklat buat orang yang lagi jatuh cinta. Emmmmm... untuk yang satu ini aku menolak untuk berkomentar deh. Bagiku eek tetaplah eek dan coklat tetaplah coklat. Namun jatuh cinta pada sahabat? Beberapa orang bilang bahwa jatuh cinta paling indah itu adalah jatuh cinta kepada sahabat. Terlebih jika gayung bersambut. Bagaimana tidak? Apa yang lebih indah dari pada mencintai orang yang kita tahu semua boroknya, paling dekat dengan kita, dan mengenal kita sama baiknya dengan kita mengenal dia. You almost no need to learn any more . Adaptasinya enggak perlu lama. Namun tak sedikit yang bilang bahwa jatuh cinta pada sahabat itu menyakitkan. Gayung bersambut pun tak lantas membuat segalanya menjadi mudah. Terlebih yang bertepuk sebelah tangan. Akan ada banyak ketakutan-ketakutan yang tersimpan dari rasa yang diam-diam ada. Rasa takut kehilangan, takut saling menyakiti, takut hubungannya berak

Filosofi Cinta Edelweiss

Edelweiss Jawa ( Anaphalis javanica ). Siapa sih yang nggak kenal bunga satu ini? Minimal pernah denger namanya deh.. Edelweiss biasa tumbuh di puncak-puncak gunung. Di Indonesia misalnya, edelweiss bisa ditemukan di Puncak Semeru, Puncak Lawu, Puncak Gede Pangrango, dan tempat-tempat lain yang mungkin temen-temen jauh lebih tau dari pada saya. Indonesia sendiri punya berbagai macam jenis edelweiss. Mulai dari yang putih sampai yang kuning, mulai dari yang semak sampai yang setinggi rambutan.

Buaya Darat #1

Guys , pasti pernah mendengar istilah buaya darat kan ya? Istilah ini dalam KBBI artinya penjahat atau penggemar perempuan. Namun pada perkembangannya lebih banyak digunakan pada kasus kedua. Biasanya pria yang suka mempermainkan wanita akan mendapat predikat buaya darat. Entah kenapa masalah main-mempermainkan ini selalu diidentikkan dengan kaum adam. Kalau ada yang bilang player, hidung belang,   juga buaya darat, pasti imajinasinya langsung ke sosok berkromoso-xy: pria. Wanita sendiri sampai saat ini tidak punya julukan khusus macam itu, meski sekarang bukan cuma pria yang bisa mempermainkan wanita. Kasus sebaliknya sudah marak sekali terjadi. Oke, kembali ke buaya darat. Aku tidak tahu kenapa buaya dijadikan sebagai maskot ketidak-setiaan. Padahal buaya di habitat aslinya dikenal sebagai makhluk yang setia. Tidak seperti kebanyakan hewan, buaya jantan hanya akan kawin dengan satu betina yang sama seumur hidupnya. Beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa jika betinanya mati lebih