Andai kala itu kau bisa lebih sabar menungguku bersiap keluar, bisa lebih lama duduk dulu di beranda. Mungkin saat ini kita sedang berbincang bernaung bintang. Sambil menghitung lalulalang mobil merah atau hitam di jalanan remang. Yang lantas kita jadikan alasan tertawa jika mata kita salah membaca warna. Yang hampir selalu salah. Yang tetap kita tertawakan saat tak salah. Andai kala itu aku bisa sedikit lebih gegas menyambutmu, bisa lebih tegas membuka pintu. Mungkin saat ini kita sedang kelelahan sepulang pergi. Memilih channel televisi sambil menikmati aroma teh dan kopi. Yang selalu kita jadikan alasan untuk mendebat selera. Yang hampir semua beda. Yang tetap kita perdebatkan ketika sama. Namun kita justru memilih jalan yang sulit. Memutuskan sesekali saja bertemu di simpangan rumit. Saat kau bukan lagi pria yang duduk di berandaku, dan aku bukan lagi wanita yang bersiap menyambutmu. Jakarta, 27 Juni 2016 Dien Ihsani
Tulis, lalu pikirkan. Pikirkan, lalu suarakan. Ada proses menulis yang disimpan dan menulis yang disuarakan. Menulis adalah menuangkan hal yang kadang tidak mudah disuarakan.