Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2010

di Sini, di Rumah yang bernama, bersama mereka

Aku tak tahu jalan mana yang ingin dan harus kutempuh. Di tempat yang ak menyesal berada di dalamnya ini, aku justru merasakan arti sebuah keluarga. Di tempat yang aku tak ingin meninggalkannya ini juga aku merasa terpenjara. Haruskan hudengarkan kata mereka? Mulai membangun pagar dunia seperti yang mereka ajarkan. Tapi aku takut kehilangan diriku. Aku takut masa laluku tak lagi mengenalku. Bagaimana kalau justru aku yang akan melupakan masa laluku? Tuhan... Bisakah aku tetap di sini sebagai diriku yang ini? Pun kutahu pasti diriku tak punya tempat di sini. Tuhan... Bisakah aku bertahan lebih lama tanpa mendengarkan mereka? Aku mencintai mereka dan diriku sama besarnya. Aku harus apa??

celoteh tentang bintang

Kau sering berceloteh tentang dunia. Dunia yang kini kau berpijak di atasnya. Duniamu sendiri. Dunia yang sering kudengar tapi tak bisa kumasuki. Entah bagaimana kau bisa terlihat lebih bahagia di dalam sana. Suaramu terdengar lebih indah saat kau menceritakannya. Tapi matamu, Kau kehilangan sinar itu. Sinar yang selalu membuatmu begitu menarik. Sinar yang tak pernah redup pun kau tengah menangis. Dimana? Duniamu menghisap pelan sinar mata indahmu. Aku merasa kehilangan tiap kali kau mulai kembali memasuki duniamu sendiri. Kau seperti terkurung dalam bola kristal abadi. Tak bisa kusentuh, Tak bisa kuikuti. Bintang, Aku merindukanmu. Ingin kutarik kau kembali ke dunia yang bisa kumengerti. Ingin kuminta kembali sinar mata yang duniamu bawa pergi. Karena meski tak sebahagia yang kau miliki, Tak sesempurna saat kau terkurung di dalam sana, Dunia kita, Dunia ini, Dunia yang bersama bisa kita mengerti, Memberimu sinar untuk tetap menjadi Bintang. Memberimu tawa un

di Gerbang Kedewasaan

Ketika akhirnya aku sadari waktu telah membawaku ke sebuah gerbang yang belum pernah kubuka sebelumnya, aku tergugu haru. Tak yakin aku kemana harus melangkah. Cahaya itu tampak terlalu jauh.. pun kadang bahkan jemariku sanggup merasakan hangatnya begitu nyata. Hari ketika aku tahu jika dewasa bukan lagi sebuah pilihan, bukan lagi sebuah angan, bukan lagi sebuah masa depan.. Hari ketika waktu memaksaku menghadapi dunia nyata, membangunkan aku dari mimpi indahku yang terlalu panjang, mendorongku pada sebuah masa yang dulu aku sebut masa depan. Aku mengingat-Mu saat itu. Tanpa-Mu aku hanya debu yang terbawa hembusan waktu. Tuhan... Jika ini yang telah Kau tuliskan, bantu aku menjalaninya. Bantu aku mempertanggungjawabkannya. Aku mengingat-Mu di hari itu. Dadaku sesak oleh napas kuasa-Mu. Saat kusimak lagi jalan hidupku dulu, Kuucap seuntai do;a setulus hatiku. "Tuhan, terimakasih untuk hidup yang pernah Kau beri untukku. Terimakasih untuk jalan yang Kau buka untukku. Bantu aku,