Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2015

Sekalimatku Soal Kita

Kata yang diam-diam kuperam, kadang ingin kuutarakan dalam sekalimat picisan. Hingga bisa kau nikmati macam roman-roman yang kau baca. Namun aku takut pemaknaanku akan kita berubah. Entah kenapa aku memaksa menuliskan aksara-aksara di sela hitungan mundurku akan tenggat waktu. Mungkin lantaran keinginan untuk menemukanmu geming di salah satu angkaku masih angkuh tak hendak menguap meski berkali kuyakinkan diriku bahwa itu tak perlu Jika akhir paling telo adalah yang terjadi tanpa perpisahan, akan kah kau biarkan sejarahku mencatatmu sebagai salah satu bagiannya? Sementara ada sekalimat yang belum katam kuterjemahkan dalam bahasa yang kita bisa sama-sama paham. Jika kehilangan paling tegke adalah yang tercerabut tanpa disadari, akan kah kau biarkan kita berhenti sebagai penggalan-penggalan yang tak selesai dirangkai? Sementara ada sekalimat yang sungguh aku ingin kau simpan dalam perjalananmu menuju dunia yang dulu hanya ada dalam kidungmu soal mimpi. Ejaanku hampi

Charlie Hebdo: Ketika Kebebasan Berpendapat Disalahgunakan

Ah, menyebalkan. Biasanya aku enggak suka menuliskan tema ini. Rawan. Menurutku, agama dan idealisme itu masuk dalam ha-hal yang tidak perlu diperdebatkan. Tapi berita di kompas yang aku baca sore tadi tentang Charlie Hebdo  benar-benar menyebalkan. Masih ingat peristiwa penembakan di kantor majalah mingguan Perancis tersebut tanggal 8 Januari lalu? Seluruh dunia menangis karena itu. Kutukan terhadap teroris terjadi di mana-mana. Bahkan ada beberapa pihak yang lantas memukul rata dengan menghujat Islam. Tidak, aku bukan mau membela aksi penembakan itu meski katanya darah penghina nabi itu halal. Boleh dibunuh. Katanya. Bagaimana pun, aksi penembakan yang menewaskan 12 orang itu jelas keji. Anggaplah benar Rasulullah memperbolehkan penghina nabi untuk dihukum mati, aku enggak yakin ke-12 nyawa itu semuanya terlibat. Penembakan membabi buta seperti itu gegabah. Kata pepatah, tak ada asap jika tak ada api. Pihak Charlie Hebdo mengatakan bahwa medianya tidak berisi kekerasan, hany

Akanmu-Akannya

Getar yang kubiarkan semai dalam tiap ingatanku akanmu-akannya  itu, aku tak tahu apa namanya. Mungkin perwujudan sebuah rindu atau justru kemarahan yang diam-diam kupendam. Tapi aku bisa marah pada siapa? Bahwa ternyata maaf tak mampu menghapus ingatan. Ketika merelakan ternyata tak semudah seperti yang kujanjikan. Kadang aku berlari hanya untuk membuktikan bahwa aku mampu berdiri sejajar, pada akhirnya dengan atau tanpamu, Pa. Kadang aku terjaga hanya demi menyusun rencana memecundangi mereka. Bahwa mereka tumbuh di bawah ketiakmu sementara aku tidak. Bagaimana lah aku tahu bagaimana wujud dari merelakan itu jika aku pada dasarnya hanya seorang pecemburu? Siapa lah mampu ajariku selainmu? Bahkan meski aku tahu sekam dari api antara kami yang tampak mustahil padam, selalu ada rasa-rasa tumbuh di luar kuasa.Aku tergoda untuk marah. Untuk jengah. Untuk meminta kembali segala yang mereka pernah bawa. Segala yang sempat mereka terima sementara aku tidak. Aku ini hanya s

Bulan Terbelah di Langit Amerika; Jika Islam Tak Pernah Ada

Penulis                      : Hanum Salsabila Rais, Rangga Almahendra Penerbit                    : Gramedia Pustaka Utama ISBN                       : 978-602-03-0545-5 Rilis                          : Mei 2014 Halaman                   : 344 halaman Bahasa                     : Indonesia Buku ini jongkrok di rak bukuku sejak beberapa bulan lalu setelah salah seorang teman, sebut saja Mbak Rini (bukan nama samaran), menghadiahkannya padaku sebagai kado wisuda. Ah, baiknya mbak cantikku satu itu. Dia tahu benar hal-hal yang menyenangkanku. Haha. Tapi, baru beberapa hari lalu sempet aku baca karena masuk daftar antrian. Setdah. Kalau 2015 ini Magelang rencananya mau hujan sastra, akhir tahun lalu kamarku hujan buku. Alhamdulillah dapet gratis semua #hosh. Haha. Senafas dengan saudaranya, 99 Cahaya di Langit Eropa, buku ini masih menceritakan perjalanan religi Hanum dan Rangga di negeri yang muslimnya minoritas. Cerita dimulai ketika Hanum mendapatkan tugas liputan dari He

Late New Year

Ini masih ada suasana tahun baru kan ya? Tanggal 2, sudah lebih dari 1x24 jam kita mengecap 2015. Kalau tamu, sekarang ini udah kudu lapor ketua RT/RW setempat. Ah, apalah. 2014 lalu adalah tahun jungkir balik? Bagaimana tidak? Aku yang selama ini settle dengan titel mahasiswa, harus rela melepas status itu. 29 Oktober lalu aku resmi turun derajat menjadi.. ah, sudahlah. Haha. 2015 ini istimewa karena di sini aku harus memulai sesuatu yang benar-benar baru. Memang sebelum ini aku sudah berkali-kali lulus, terus nyari sekolah baru. Ketemu teman baru. Punya guru-guru baru. Mencari pengalaman baru. Menggeluti bidang dan kegiatan baru. Melepas sebuah status untuk status lain, kayaknya enggak semenegangkan rasanya pegang KTP dan SIM untuk pertama kalinya di usia tujuh belas dulu. Harusnya begitu. Tapi, pergantian jenjang kali ini nyatanya benar-benar berbeda. Sejujurnya aku agak takut. Fuhh. Kalau dulu pas aku enggak nyaman sama lingkunganku, aku bisa bilang sama diriku sendiri, &q