Bagiku, pindah dari daerah ke ibu kota itu bukan sesuatu yang sederhana. Jujur aja, pada masanya Jakarta bagiku hanyalah sebuah nama. Tempat yang tak pernah aku bayangkan akan aku injak dalam waktu lama. Gedung dimana-mana. Orang-orang tergesa. Damn plat B ( mine damn too now ) memenuhi jalanan~ . Dan ternyata, ketika alurku benar-benar menambatkan aku di Jakarta, every single things even worse . Bukan cuma kotanya yang ga aku banget; tapi juga lingkungannya. Pola pergaulannya. Orang-orangnya. Guyonannya. Semua. Semesta Jakarta seolah sengaja diciptakan bukan untuk pribadi macam aku. Sungguh sulit bagiku yang selama kuliah 4 tahun di Semarang yang sebenernya ga kampung-kampung amat tapi masuk mall bisa dihitung jari, jadi anak yang hampir setiap minggu minimal sekali masuk mall. Ya Allah berapa kali pada masanya setiap bulan aku selalu bilang, “Aku kangen ADAAAA..” (anak Semarang pasti ngerti). Sulit buat anak yang
Tulis, lalu pikirkan. Pikirkan, lalu suarakan. Ada proses menulis yang disimpan dan menulis yang disuarakan. Menulis adalah menuangkan hal yang kadang tidak mudah disuarakan.