Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2014

Pria Balik Layar

Selalu menyenangkan melihat bagaimana seorang pria berkorban diam-diam untuk wanitanya. Apalagi kalau pengorbanan itu akhirnya malah membuatnya terjebak dalam suatu situasi rumit yang menyulitkan dirinya sendiri. Melihat bagaimana dia bertahan agar segalanya terlihat baik-baik saja itu antara tersentuh dan ingin tertawa. Apalagi kalau dia lalu mati-matian meyakinkan kalau dia tidak melakukan semua itu demi si wanita demi mencegah wanitanya menyalahkan diri sendiri atas situasi yang terjadi. Apalagi kalau dia lalu sengaja menjadi mengesalkan agar si wanita berpikir kalau dia tidak peduli. Apalagi kalau dia menjadi begitu frustasi tapi mati-matian mencoba menyelesaikan segalanya sendiri Sepertinya sebagian besar pria sejati selalu menemukan harga dirinya dari pura-pura tak peduli tapi diam-diam melindungi. Sepertinya sebagian besar pria sejati selalu menemukan harga dirinya dari mengorbankan diri sendiri. Entah bawaan kromosom-Y atau apa, kaum adam seperti punya kecenderungan untuk

Muka Jelek's on Vacation #2: Lagi-Lagi, Puncak di Perbatasan Provinsi (3 end)

Resmi berpisah arah. Personil yang tadinya ada enam menjadi tinggal empat. Berempat kami turun gunung dulu, untuk naik lagi. Kali ini kami akan menempuh "jalan normal", menembus kemacetan jalur Borobudur-Jogja khas lebaran. Entah mana yang lebih parah: jalan gunung yang kecil berkelok-kelok atau jalanan kota di tengah kemacetan. Keduanya sama-sama aksesnya susah. Di bawah sini lebih bising dan lebih sumuk tapi. Next mission: Puncak Suroloyo. Suroloyo berada di perbatasan antara Jawa Tengah dengan Yogyakarta. Tempat ini merupakan puncak tertinggi dari rangkaian pegunungan menoreh. Kata Wikipedia , ketinggian Puncak Suroloyo sekitar 2000 meter di atas permukaan air laut. Ada tiga pendopo di sini, yaitu: Pendopo Suroloyo, Pendopo Sariloyo, dan Pendopo Kaendran. Suroloyo biasanya ramai banget kalau bertepatan dengan malam satu suro. Ada semacam ritual di sini yang aku sendiri belum pernah melihat secara langsung. Setahuku dari cerita-cerita yang beredar, malam satu suro me

Muka Jelek's on Vacation #2: Curug-Entah-Apa-Namanya (2)

Setelah prosesi istirahat, mandi, dan makan katam, kami melanjutkan perjalanan berikutnya. Masih sebelas-duabelas dengan perjalanan sebelumnya, destinasi kami kali ini juga area abu-abu. Kami sebenarnya tidak benar-benar tahu wujud dan letak tempat yang akan kami tuju. Baik itu wujudnya, namanya, maupun akses menuju ke sana. Haha Kami hanya tahu ada sebuah air terjun yang masih virgin di Desa Miriombo. Kali ini lebih absurd sih lantaran itu desa letaknya ada di mana saja sebenarnya kami juga tidak tahu. Tidak ada yang tahu. Bahkan Mbah Gugel hanya memberikan informasi bahwa Miriombo itu ada di Jawa Tengah. Udah gitu aja. Namun dari letaknya sih sepertinya masih masuk Kecamatan Borobudur, sekitar sepuluhan menit dari Balai Desa Giripurno. Boleh dikoreksi kok kalau salah. Hahaha :p Kami harus salah jalan sekitar empat kali lah sebelum menemukan sebuah rumah yang penghuninya seolah langsung tahu apa yang sedang kami cari. Seorang mas-mas yang kami tidak sempat tanyakan namanya tiba-t

Muka Jelek's on Vacation #2 : Pagi di Sebuah Batu di Atas Awan (1)

Selasa, 29 Juli 2014, bertepatan dengan hari kedua bulan syawal 1435 H. Langit cerah meski dari depan rumahku hampir tidak ada bintang terlihat di langit lantaran bumi kadung telalu gemerlap. Borobudur sedang sibuk malam itu. Seliweran orang-orang dengan semangat lebaran maupun kendaraan wisatawan yang penasaran pada teratai batu terbalik peninggalan Syailendra membuat depan rumahku hampir seperti ibu kota dalam berita. Ramai. Macet. Seperti di luar sana, di dalam rumahku juga tak kalah ramai setelah disatroni empat orang: Udin, Ayu, Neni, dan Dana. Keempat makhluk ini rencananya akan melaksanakan perjalanan suci bersamaku dan satu orang lagi sebut saja Puput, yang bahkan setelah waktu janjian lewat satu jam pun belum juga ada kabar. Meski dimulai di malam hari, tentu saja ini bukan perjalanan mistis macam mencari setan atau sebagainya. Kami hanya sekumpulan makhluk suwung yang lebaran-lebaran malah dolan. Jam menunjukkan pukul 8 malam ketika akhirnya seluruh personil lengkap. Den

Amerika Kece Badai Sekali

Amerika. Siapa coba yang tidak mengenal negara adi daya satu itu? Entah bagaimana sejarahnya dia bisa menjadi sebesar sekarang. FBI, Pentagon, CIA, 911, US Army, hampir semua kelompok elit Amerika menjadi artis yang tenar dan terdengar keren di telinga siapa pun. Ini mungkin memang tentang kualitas, mungkin juga hanya efek Hollywood. Who knows. Ah, Hollywood. Siapa pula yang tidak tahu industri perfilman terdahsyat seantero jagad itu? Rasanya semua artis pasti punya mimpi bisa menginjakkan kaki di sana. Bukan hanya itu saja. Di dunia pendidikan. Siapa sih yang tidak tahu Columbia University tempat Cinta Laura kuliah? Atau Universitas Harvard yang katanya perpustakaan akademisnya salah satu terbesar di dunia? Di dunia pendidikan pun Amerika lagi Amerika lagi. Bahkan Tahu Pedia dalam salah satu tulisannya melansir sepuluh universitas terbaik di dunia yang semuanya punya Amerika -_- Salah satu dari lima negara yang punya hak veto di PBB ini menjadi seolah tak terkalahkan. Ketenara

Sambut Kemenangan dan Kemerdekaan, Pemuda Kurahan Cawangsari Ngoempoel Bareng

Indonesia merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangatmu   Indonesia debar jantungku, denyut nadiku   berpadu dalam cita-citaku   kebyar-kebyar, pelangi jingga Kebyar-kebyarnya Coklat diiringi petikan gitar menandai dimulainya acara malam itu, Sabtu (16/08) sekitar pukul 21.00 WIB. Penyanyinya tak terlihat. Beberapa penonton yang baru katam memposisikan diri masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi hingga himbauan MC untuk bernyanyi bersama hampir tak digubris. Sebuah kain putih panjang terbentang di tengah (sebut saja) panggung. Di balik kain itulah para pembuka acara bersembuyi. Sementara sambil lagu dinyanyikan, satu persatu huruf muncul di kain, "Ngoempoel Bareng" bunyinya. Ya, tajuk acara malam itu memang sederhana. Panggung dan orang-orangnya juga sederhana. Beratap Langit (foto: Pramudianto) Beralas Tanah (foto: Pramudianto) Barisan Senthir (foto: Pramudianto) Acara yang diketuai oleh Suripto ini adalah gagasan dari pem

Hadiah untuk Pria yang Entah

Aku selalu kembali pada hitungan itu tiap bulan ke delapan menginjak hari ke tujuh belas sebagaimana putra-putri bangsa tak henti memperingati kemerdekaan ibundanya. Hari ini, 69 tahun yang lalu, terjadi dua hal istimewa yang entah. Yang ceritanya kutahu hanya dari sejarah. Proklamasi yang menandai mendekanya ibu pertiwi dibacakan Soekarno dengan penuh bangga pada jam 10 pagi. Detik-detik proklamasi, begitulah kami menyebutnya kini. Pagi itu, Jalan Pegangsaan Timur 56 dipenuhi haru. Semua orang menjelma ibu yang menangis mendengar tangis bayinya untuk yang pertama. Semua orang. Sepertinya begitu. Hari itu tak pernah lekang dari ingatan siapun bahkan setelah 69 tahun berlalu. Selalu ada tawa, selalu ada semangat, selalu ada semarak, selalu ada nasionalisme yang dihembuskan lebih istimewa dari biasanya untuk memperingati hari bahagia itu. Dari aku keci dulu sampai sekarang, Agustus menjadi salah satu bulan yang dinanti-nanti. Agustus menjadi salah satu bulan yang sayang dilewatkan tan

Rindu Pulang

Pagi ini seperti ada yang menyapa, sesuatu yang tak bisa kuraba. Namanya mungkin rindu. atau mungkin hanya lelah yang butuh adu. Aku rindu pulang. Ingin kulewati gerbang hitam depan rumah, lalu berjalan di antara naungan mangga dan rambutan, dan di sanalah kurindukan senyum itu. Sepasang tangan yang akan menyambutku: ibu. Aku rindu pulang. Aku rindu pada segala hal yang kukenal. Pada segala keramaian. Aku rindu pada tangan-tangan yang siap terulur ketika aku berteriak minta bantuan. Aku rindu adikku yang menyebalkan. Buk, aku rindu pulang. Aku sepertinya jenuh kesepian di kosan. Banjarsari, 15 Agustus 2014 Dien Ihsani

Hilang

Kehilangan buku harian membuatku merasa goblok. Kemana perginya benda keramat itu? Apa saja yang aku lakukan selama ini sampai bisa-bisanya kehilangan benda sepenting itu? Slederku sepertinya kelewatan batas kali ini -_- Seperti rahasia sebuah perusahaan, buku harian seharusnya merupakan benda yang wajib dijaga ketat. Mana boleh sampai hilang tanpa jejak? #merasabego Intensitas menulisku belakangan ini memang berkurang drastis. Karena skripsi? Entah. Sepertinya lebih ke karena malas ketimbang salah siapa-siapa. Aku sendiri bingung, kemana keresahan-keresahan itu kini aku salurkan? Mereka seperti kubiarkan lenyap tak terekam. Padahal dulu, hampir setiap hari, selalu saja ada hal yang bisa diceritakan. Mulai dari yang wow sampai yang sama sekali nggak penting untuk ditulis. Sekarang? Aku tidak tahu apa yang terjadi. Kadang rasanya pengen banget cerita tapi males nulisnya. Kadang pengen banget nulis tapi nggak tahu mau cerita apa. Aku sepertinya mulai terlena dengan kebisingan du

Hari Ketika Cinta Bertebaran

Senin pagi yang cerah, 11 Agustus 2014. Sepertinya udara sedang dingin pagi itu, atau hanya suasana yang membuatnya terasa dingin? Entah. Setelah mendekam seharian di kosan sepanjang Minggu untuk mempersiapkan misi suci yang sebelum-sebelumnya kepending sama hobi baruku membuat prakarya, akhirnya hari eksekusi datang juga. Di Senin pagi yang indah itu aku pada akhirnya harus melamar pacar yang sudah kukencani selama hampir 11 bulan: SKRIPSI. Ternyata memang tidak ada gunanya berdo'a Hari Senin di- skip saja. Kalender toh kadung mencantumkan tanggal 11 Agustus sejak akhir tahun lalu. Padahal dalam hati masih membatin, nggak mungkin yang mendadak tanggalnya hilang kayak rumah di "Charlie and the Chocolate Factory"? Begitu alarm hape berbunyi, dan kudapati itu adalah Senin dini hari, aku hanya bisa berdoa orang tua wali pacarku, dosen pengujiku, sedang dalam suasana hati yang baik hari itu. Aku hanya bisa berdoa semoga pinanganku diterima.