Kalau suatu saat kamu berkesempatan pergi ke "Kota Ngapak" Purwokerto, mampirlah ke sebuah tempat makan yang kalau aku suka mengistilahkannya dengan: "kuliner magic". Kenapa magic?
Seperti yang hampir semua orang tahu bahwa bisnis di bidang kuliner, selain harus punya amunisi untuk lidah, juga untuk hati. Nggak cuma makanan harus enak, tapi pelayanan juga harus kece. That's why pebisnis kuliner berlomba-lomba membuat desain interior aduhai, menciptakan mahakarya dengan menyulap atmosfer tempat makan dengan berbagai inovasi. Jor-joran memberikan great service.
Tapi kuliner magic ini beda.
Adalah sebuah warung sederhana berdinding papan yang didominasi warna hijau dan putih. Emmm.. aku sendiri sebenarnya agak ragu mengklarifikasikan tempat itu sebagai warung sih. Karena di sana sama sekali enggak ada papan namanya. Jadi aku nggak tahu apa nama warung makan itu. Nama penjualnya pun aku tak tahu. Aku bertaruh tak banyak yang tahu. Penjualnya adalah seorang wanita yang kutaksir umurnya mungkin udah ada atau hampir setengah abad. Penjual yang tak bisa dibilang ramah.
Selain meja dan kursi yang ditata seperti warung pada umumnya, tempat itu nyaris bak rumah biasa. Tak ada papan nama, tak ada daftar menu.
Ini dia. Di sana tak ada daftar menu.
Aturan main di sana adalah apa yang si ibu masak, itu yang dihidangkan. Mungkin hampir sama kayak di rumah makan padang kali ya. Jadi kita masuk, duduk, tiba-tiba aja sudah ada sebakul nasi, sayur, dan lauk-pauk keluar. Cuma ditanya mau minum apa. Itu aja. Nggak peduli kamu datang sendiri atau rame-rame, porsi yang keluar sama. jumlah piringnya aja yang beda.
Waktu aku makan di sana, yang keluar adalah sepiring ayam goreng, tahu dan tempe goreng, sambal, pete goreng, tumis daun pakis, dan sayur buncis. Hampir nggak ada yang terlihat istimewa. But taste-nya recommended! Enak. Terlebih tempe gorengnya. Beda banget. Jadi tempe di sana dibuat dari kedelai hitam. Makanan lain yang lucu adalah sayur daun pakis. Daun yang dulu sering aku pakai buat bikin tato di tangan itu ternyata bisa dimakan! Amazing. Haha
Lucunya lagi, selain nggak ramah, si ibu ini bener-bener a freedom seller. Dia buka dan tutup warung sesuka dia. Kapan dia mau buka ya buka. Kapan dia mau tutup ya tutup aja. Jadi kalau mau makan di sana, perlu faktor luck juga. Selain itu si ibu ini dikenal sebagai pemeluk agama yang taat. Pas jamnya shalat, nggak peduli kamu presiden atau orang kelaparan, dia akan sholat dan tak satu pun tamu dilayani. Nggak ada yang bisa mencegahnya. Merdeka banget kan dia?
Waktu aku makan di sana, ada tamu baru datang yang mau pesan. Jadi si tamu berpapasan sama si ibu yang mau shalat. Tamunya bilang, "Bu, mau...." tanpa sepatah kata pun si ibu sudah menghilang di bilik shalat bahkan sebelum si tamu rampung bicara. Kece! Haha
Nah, magicnya di sini. Tamu yang datang ke sana itu bermobil semua. Platnya juga nggak melulu R. Dari mana-mana. Yang bareng sama aku itu ada jazz plat B. Ada mobil dinas juga. Ada mobil lokal juga. Apa coba yang istimewa? Mungkin karena makan di sana kasih euforia menantang kali ya. Haha
Mereka tau dari mana coba kalau ada warung itu di sana? Padahal nggak ada plang namanya lho.
Kalau tertarik pengen merasakan sensasinya, warung itu ada di belakang Pring Asri deket Batur Raden. Emmmmm.... beranikan diri berspekulasi, karena warung itu nggak ada namanya.
Well, berhubung aku nggak ada kamera, i just can share no image. Sayang sekali. Doakan saya segera punya kamera biar postingan berikutnya lebih berwarna ya. Haha
Purwokerto, 9 November 2013
Dien Ihsani
Seperti yang hampir semua orang tahu bahwa bisnis di bidang kuliner, selain harus punya amunisi untuk lidah, juga untuk hati. Nggak cuma makanan harus enak, tapi pelayanan juga harus kece. That's why pebisnis kuliner berlomba-lomba membuat desain interior aduhai, menciptakan mahakarya dengan menyulap atmosfer tempat makan dengan berbagai inovasi. Jor-joran memberikan great service.
Tapi kuliner magic ini beda.
Adalah sebuah warung sederhana berdinding papan yang didominasi warna hijau dan putih. Emmm.. aku sendiri sebenarnya agak ragu mengklarifikasikan tempat itu sebagai warung sih. Karena di sana sama sekali enggak ada papan namanya. Jadi aku nggak tahu apa nama warung makan itu. Nama penjualnya pun aku tak tahu. Aku bertaruh tak banyak yang tahu. Penjualnya adalah seorang wanita yang kutaksir umurnya mungkin udah ada atau hampir setengah abad. Penjual yang tak bisa dibilang ramah.
Selain meja dan kursi yang ditata seperti warung pada umumnya, tempat itu nyaris bak rumah biasa. Tak ada papan nama, tak ada daftar menu.
Ini dia. Di sana tak ada daftar menu.
Aturan main di sana adalah apa yang si ibu masak, itu yang dihidangkan. Mungkin hampir sama kayak di rumah makan padang kali ya. Jadi kita masuk, duduk, tiba-tiba aja sudah ada sebakul nasi, sayur, dan lauk-pauk keluar. Cuma ditanya mau minum apa. Itu aja. Nggak peduli kamu datang sendiri atau rame-rame, porsi yang keluar sama. jumlah piringnya aja yang beda.
Waktu aku makan di sana, yang keluar adalah sepiring ayam goreng, tahu dan tempe goreng, sambal, pete goreng, tumis daun pakis, dan sayur buncis. Hampir nggak ada yang terlihat istimewa. But taste-nya recommended! Enak. Terlebih tempe gorengnya. Beda banget. Jadi tempe di sana dibuat dari kedelai hitam. Makanan lain yang lucu adalah sayur daun pakis. Daun yang dulu sering aku pakai buat bikin tato di tangan itu ternyata bisa dimakan! Amazing. Haha
Lucunya lagi, selain nggak ramah, si ibu ini bener-bener a freedom seller. Dia buka dan tutup warung sesuka dia. Kapan dia mau buka ya buka. Kapan dia mau tutup ya tutup aja. Jadi kalau mau makan di sana, perlu faktor luck juga. Selain itu si ibu ini dikenal sebagai pemeluk agama yang taat. Pas jamnya shalat, nggak peduli kamu presiden atau orang kelaparan, dia akan sholat dan tak satu pun tamu dilayani. Nggak ada yang bisa mencegahnya. Merdeka banget kan dia?
Waktu aku makan di sana, ada tamu baru datang yang mau pesan. Jadi si tamu berpapasan sama si ibu yang mau shalat. Tamunya bilang, "Bu, mau...." tanpa sepatah kata pun si ibu sudah menghilang di bilik shalat bahkan sebelum si tamu rampung bicara. Kece! Haha
Nah, magicnya di sini. Tamu yang datang ke sana itu bermobil semua. Platnya juga nggak melulu R. Dari mana-mana. Yang bareng sama aku itu ada jazz plat B. Ada mobil dinas juga. Ada mobil lokal juga. Apa coba yang istimewa? Mungkin karena makan di sana kasih euforia menantang kali ya. Haha
Mereka tau dari mana coba kalau ada warung itu di sana? Padahal nggak ada plang namanya lho.
Kalau tertarik pengen merasakan sensasinya, warung itu ada di belakang Pring Asri deket Batur Raden. Emmmmm.... beranikan diri berspekulasi, karena warung itu nggak ada namanya.
Well, berhubung aku nggak ada kamera, i just can share no image. Sayang sekali. Doakan saya segera punya kamera biar postingan berikutnya lebih berwarna ya. Haha
Purwokerto, 9 November 2013
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!