Aku geli melihat pola kubu pascapemilu ini. Aku memang bukan orang yang suka terlalu ngurus politik, meski kadang suka nyinyir kalau nonton berita. Politik itu bikin pusing kalau dipikirin. Sejujurnya gegara politik Indonesia lagi anget nih, aku jadi lebih suka nonton Insert! atau Masha and The Bear sekalian sih dari pada berita. Isinya itu-itu aja. Masalahnya kayak dari dulu nggak rampung-rampung, nggak ganti juga. Nggak tumbuh. Bikin bosen lama-lama.
Tapi keadaan ini parah banget. Parah dalam artian, nggatelin banget buat dikomentarin. Haha.
Aku memang nggak begitu paham sih sama aturan main di dunia politik. Situasi ini entah karena kemarin yang bertarung adalah dua kubu yang nyaris sama kuat atau gimana, kayaknya bahkan sampai pemilu berakhir pun atmosfer pemilu kemarin belum kelar deh. Banyak pendukung yang kelihatan masih gagal move on. Bukan cuma dualisme di lembaga legislatif kita yang sumpah ya nggilani banget. Memalukan. Pemerintah yang sudah dilantik juga kayaknya mulai kehilangan rakyatnya. Orang-orang mulai menjelma jadi fans atau antifans, alih-alih rakyat.
Padahal baik fans maupun anti-fans itu sama sekali nggak objektif. Keputusan, penilaian, dan komentar yang akan dilontarkan yang tergantung perasaan. Kata orang kan cinta itu buta. Kalau udah cinta, katanya eek aja bisa berasa coklat. Lah kalau udah nggak suka, mungkin juga berlaku hal yang sebaliknya. Jadi ya lucu aja kalau mau pemerintahnya baik atau buruk, si fans tetep mendukung sampai mati sementara anti-fans akan selalu menemukan celah untuk mencaci. Lhaiske.
Aku penasaran aja, terus yang menjalankan tugas sebagai pengawas kinerja pemerintah siapa? Sementara media juga kayak mulai menggeliat sebagai supporter alih-alih media partner. Condong kemana-mana.
Siapa yang bakal bilang kami sejahtera atau tidak sejahtera karena memang begitu adanya? Siapa yang bakal curhat sama pemerintah atas apa yang benar-benar terjadi, bukan sekedar yang dia pikir seharusnya terjadi? Masih saja ada komentar kalau nggak terima, silakan pindah warga negara. Masih saja ada yang komentar sudah dibilang dia itu belum siap menjabat.
Presidennya sudah ada, mbok ya sama-sama legowo to ya. Terlepas dari dia becus atau tidak, dia kadung terpilih terus kudu piye? Kalau emang baik, ya jangan dicari cacatnya terus. Dia toh juga cuma manusia. Nah kalau emang belum baik, ya kritiklah dengan cantik. Terlepas dari dulu mendukung siapa, akan tetap ada yang enggak suka dan kritikannya sepedas apa pun harus diterima. Nggak bisa lah seenaknya mengusir warga negara. Lha koe ki sopo? Presidenmu ki yo presidenku lho.
Ini postingan random banget. Aku cuma geli aja sih ngelihatnya. Kayak anak kecil aja deh. Move on laaah mari. Demokrasi kan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Jadi jangan sampai lupa caranya jadi rakyat cuma gara-gara terlalu mencintai atau terlalu membenci pemerintah lah.
Tapi keadaan ini parah banget. Parah dalam artian, nggatelin banget buat dikomentarin. Haha.
Aku memang nggak begitu paham sih sama aturan main di dunia politik. Situasi ini entah karena kemarin yang bertarung adalah dua kubu yang nyaris sama kuat atau gimana, kayaknya bahkan sampai pemilu berakhir pun atmosfer pemilu kemarin belum kelar deh. Banyak pendukung yang kelihatan masih gagal move on. Bukan cuma dualisme di lembaga legislatif kita yang sumpah ya nggilani banget. Memalukan. Pemerintah yang sudah dilantik juga kayaknya mulai kehilangan rakyatnya. Orang-orang mulai menjelma jadi fans atau antifans, alih-alih rakyat.
Padahal baik fans maupun anti-fans itu sama sekali nggak objektif. Keputusan, penilaian, dan komentar yang akan dilontarkan yang tergantung perasaan. Kata orang kan cinta itu buta. Kalau udah cinta, katanya eek aja bisa berasa coklat. Lah kalau udah nggak suka, mungkin juga berlaku hal yang sebaliknya. Jadi ya lucu aja kalau mau pemerintahnya baik atau buruk, si fans tetep mendukung sampai mati sementara anti-fans akan selalu menemukan celah untuk mencaci. Lhaiske.
Aku penasaran aja, terus yang menjalankan tugas sebagai pengawas kinerja pemerintah siapa? Sementara media juga kayak mulai menggeliat sebagai supporter alih-alih media partner. Condong kemana-mana.
Siapa yang bakal bilang kami sejahtera atau tidak sejahtera karena memang begitu adanya? Siapa yang bakal curhat sama pemerintah atas apa yang benar-benar terjadi, bukan sekedar yang dia pikir seharusnya terjadi? Masih saja ada komentar kalau nggak terima, silakan pindah warga negara. Masih saja ada yang komentar sudah dibilang dia itu belum siap menjabat.
Presidennya sudah ada, mbok ya sama-sama legowo to ya. Terlepas dari dia becus atau tidak, dia kadung terpilih terus kudu piye? Kalau emang baik, ya jangan dicari cacatnya terus. Dia toh juga cuma manusia. Nah kalau emang belum baik, ya kritiklah dengan cantik. Terlepas dari dulu mendukung siapa, akan tetap ada yang enggak suka dan kritikannya sepedas apa pun harus diterima. Nggak bisa lah seenaknya mengusir warga negara. Lha koe ki sopo? Presidenmu ki yo presidenku lho.
Ini postingan random banget. Aku cuma geli aja sih ngelihatnya. Kayak anak kecil aja deh. Move on laaah mari. Demokrasi kan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Jadi jangan sampai lupa caranya jadi rakyat cuma gara-gara terlalu mencintai atau terlalu membenci pemerintah lah.
Borobudur, 04 November 2014
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!