Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, sekaligus (kata Wikipedia) kota metropolitan terbesar kelima di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Meski aku enggak tahu kenapa kok masih sering enggak masuk dalam daftar "kota-kota besar di Indonesia" versi audisi-audisi pencarian bakat dan atau road show acara-acara televisi yang disiarkan live. Kalah sama Jogja dan Makassar yang enggak masuk daftar kota metropolitan versi wikipedia itu #mbuletmbulet
Padahal kata KBBI, kota metropolitan adalah kota besar yang menguasai daerah sekelilingnya dengan adanya kota satelit dan kota pinggiran. Menurut logika matematika, berlaku implikasi jika metropolitan maka kota besar. Blablabla #kemudiangumoh
Ah, lupakan.
Dengan atau tanpa kalian, Kota Pelabuhan ini akan tetap menjadi Kota Atlas yang selalu bergerak menuju aman, tertib, lancar, asri, dan sehat. Dengan atau tanpa kalian, Semarang akan tetap punya musim hujan, musim kemarau, dan musim banjir yang kadang enggak peduli sama hujan mau pun kemarau. Dan dengan atau tanpa kalian, rute Magelang-Semarang tetap harus melewati "jalur naga" yang menantang dan menyebalkan luar biasa.
Tapi, beberapa bulan lagi, ketika kalian satu persatu mulai pergi dari kota yang selalu dibilang kaline banjir padahal lebih sering dilambahi air laut dari pada air kali itu, apa Kota Lumpia akan tetap semenyenangkan dulu? Apa panasnya Semarang tak akan menjelma asing? Apa rasanya akan tetap sama?
Aku sempat merasa tersesat ketika memilih Semarang sebagai destinasi kuliah. Kota itu terlampau asing sebelumnya. Semacam sebuah tempat yang hanya aku tahu namanya di peta dan buku pelajaran geografi bab ibu kota provinsi. Tapi mengenal kalian, kayaknya tersesat ke Semarang enggak jelek juga.
Duh, menyebalkan ketika harus mengakui bahwa kalian lah yang membuat segala hal busuk di Semarang menjadi layak untuk ditertawakan. Menyebalkan ketika harus bilang bahwa aku akan merindukan kalian. Bahwa Tembalang, Simpang Lima, bahkan Johar, enggak akan sama rasanya kalau tanpa kalian.
Aku pernah bilang aku jatuh cinta pada kota padat penduduk, panas, dan mulai sering macet itu. Aku pernah pengen kerja di sana aja. Aku pernah enggak rela pergi dari sana setelah empat tahun beradaptasi dengan segala tetek-bengeknya. Tapi kok farewell aneh belakangan ini bikin aku jadi mikir ulang. Aku sebenarnya jatuh cinta sama Semarang atau suasananya? Aku sering nyari-nyari alasan nyemarang itu karena emang aku kangen Semarang atau lantaran kalian ada di sana?
Semarang tanpa kalian, apa akan tetap sama?
Padahal kata KBBI, kota metropolitan adalah kota besar yang menguasai daerah sekelilingnya dengan adanya kota satelit dan kota pinggiran. Menurut logika matematika, berlaku implikasi jika metropolitan maka kota besar. Blablabla #kemudiangumoh
Ah, lupakan.
Dengan atau tanpa kalian, Kota Pelabuhan ini akan tetap menjadi Kota Atlas yang selalu bergerak menuju aman, tertib, lancar, asri, dan sehat. Dengan atau tanpa kalian, Semarang akan tetap punya musim hujan, musim kemarau, dan musim banjir yang kadang enggak peduli sama hujan mau pun kemarau. Dan dengan atau tanpa kalian, rute Magelang-Semarang tetap harus melewati "jalur naga" yang menantang dan menyebalkan luar biasa.
Tapi, beberapa bulan lagi, ketika kalian satu persatu mulai pergi dari kota yang selalu dibilang kaline banjir padahal lebih sering dilambahi air laut dari pada air kali itu, apa Kota Lumpia akan tetap semenyenangkan dulu? Apa panasnya Semarang tak akan menjelma asing? Apa rasanya akan tetap sama?
Aku sempat merasa tersesat ketika memilih Semarang sebagai destinasi kuliah. Kota itu terlampau asing sebelumnya. Semacam sebuah tempat yang hanya aku tahu namanya di peta dan buku pelajaran geografi bab ibu kota provinsi. Tapi mengenal kalian, kayaknya tersesat ke Semarang enggak jelek juga.
Duh, menyebalkan ketika harus mengakui bahwa kalian lah yang membuat segala hal busuk di Semarang menjadi layak untuk ditertawakan. Menyebalkan ketika harus bilang bahwa aku akan merindukan kalian. Bahwa Tembalang, Simpang Lima, bahkan Johar, enggak akan sama rasanya kalau tanpa kalian.
Aku pernah bilang aku jatuh cinta pada kota padat penduduk, panas, dan mulai sering macet itu. Aku pernah pengen kerja di sana aja. Aku pernah enggak rela pergi dari sana setelah empat tahun beradaptasi dengan segala tetek-bengeknya. Tapi kok farewell aneh belakangan ini bikin aku jadi mikir ulang. Aku sebenarnya jatuh cinta sama Semarang atau suasananya? Aku sering nyari-nyari alasan nyemarang itu karena emang aku kangen Semarang atau lantaran kalian ada di sana?
Semarang tanpa kalian, apa akan tetap sama?
Borobudur, 10 Februari 2015
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!