Persahabatan pria dan wanita adalah hubungan yang rentan. Intensitas kebersamaan sering kali membuat rasa memiliki lancang datang. Apa benar-benar ada pria dan wanita yang bersahabat tanpa melibatkan perasaan apa-apa?
Mungkin.
Iya. Aku sendiri punya beberapa sahabat pria, dan hubungan kami baik-baik saja. Meski memang harus aku akui bahwa kadang ada interaksi yang tampak lebih dari sekedar teman. Kadang memang ada rasa-rasa kelewat batas yang datang di luar kuasa kami--atau mungkin aku-- mencegah. Seperti bantuan, simpati, pengorbanan, perhatian, atau kecemasan-kecemasan yang berlebihan untuk ukuran teman. Kadang-kadang memang ada hal-hal semacam itu. Terlebih wanita katanya adalah makhluk yang paling enggak bisa meninggalkan perasaan. Begitulah.
Namun percayalah bahwa perasaan yang ada tak harus perasaan-yang-seperti-itu. Tahu kan maksudku?
Aku pikir, kami memang layak saling menyayangi. Bagaimana pun, waktu memang akan menumbuhkan kenangan-kenangan yang membuat kami sulit lepas. Meski begitu, aku dan sahabat-sahabat priaku toh tahu koridor kami masing-masing. Kami tahu batas di mana kami harus berhenti. Seolah ada perjanjian tak tertulis pun tak terucap soal apa yang boleh dan tidak boleh kami campuri.
Sehubungan dengan ini, Dave Mattheus Band, sebuah band rock asal Amerika yang digawangi oleh Dave Mattheus, memiliki sebuah quote terkenal yang bunyinya:
"A guy and a girl can be just friends. But at one point or another, they'll fall for each other... Maybe temporarily, maybe at the wrong time, maybe too late, or maybe forever."
Baiklah. Apa sih yang lebih membahagiakan dari menemukan lawan jenis yang bisa menerima, mengerti, memberikan mentoleransi, menjaga, memahami, bahkan dengan segala kerumitan masing-masing. Akui sajalah bahwa wanita itu rumit di mata pria, seperti pria juga rumit di mata wanita. Namun wanita dan pria yang bersahabat, entah bagaimana seolah bisa begitu saja merangkum kerumitan itu menjadi hal yang menyenangkan. Siapa yang lebih ideal bagi wanita selain pria yang kita tahu cara menghadapi kerumitannya dan dia juga tahu cara menghadapi kerumitan kita? Begitu juga sebaliknya.
Hubungan macam apa sih yang sebenarnya kita cari dari pasangan kita kalau bukan saling paham?
Namun entah kenapa, ketika statusnya sudah menjadi sahabat, rasanya sulit untuk diubah ke bentuk yang lain. Aku sendiri termasuk tipe orang yang menganggap sahabat pria sebagai orang yang tampak dekat, padahal sebenarnya jauh. Orang yang aku sayang, aku enggak rela kehilangan, tapi kalau cinta bisa memilih, aku juga enggak mau ada cinta-macam-itu antara kami.
Masih ingat Kumbang dan Bunga? Iya. Aku menulis ini karena ingat mereka.
Kumbang dan Bunga yang sempat menjauh lantara mencium aroma dari perasaan yang tak biasa, karena suatu keadaan yang membuat mereka harus bersama, kembali dekat. Keduanya seperti masih menyimpan kutub magnet masing-masing yang membuat mereka susah benar-benar lepas. Seolah baik Bunga mau pun Kumbang sudah bergantung satu sama lain.
Bahkan hubungan mereka kali ini lebih hangat dari sebelumnya. Meski tak lantas menjadi lebih jelas.
Perdamaian Bunga pada kenyataan bahwa cinta diam-diamnya pada Kumbang tak mungkin berjalan seperti yang dia inginkan, kembali mentah. Dia luluh lagi pada kehadiran Kumbang. Dia ragu lagi pada keputusan yang sempat hampir dia percaya. Terlebih Kumbang kali ini seperti memberi isyarat yang Bunga tak bisa tak berharap apa-apa darinya.
Percayalah bahwa setiap wanita dianugrahi intuisi. Wanita bisa dengan jelas menangkap sinyal-sinyal bahkan dari frekuensi samar. Bagi bunga, kenyataan bahwa Kumbang tak bisa jauh darinya seolah garansi bahwa sebenarnya bagi Kumbang dia juga istimewa. Itu jugalah yang membuat Bunga tidak rela begitu saja melepas cintanya pada Kumbang. Tak ada yang bisa melepas sesuatu yang masih diam-diam kita yakini.
Percayalah bahwa intuisi wanita biasanya tepat. Percayalah bahwa wanita itu peka, secuek apa pun penampakannya di luar. Bahkan kadang berasa kelewat peka. Itulah kenapa tidak mudah bagi wanita untuk percaya pada kesimpulannya sendiri. Tahu kan bahwa GR itu selalu berakhir menyakitkan? Makanya, bahkan meski mengerti, biasanya wanita akan menampik hipotesisnya sendiri. Kebanyakan wanita memilih menunggu hingga apa yang dia prediksi akan terjadi, benar-benar terjadi. Begitu juga Bunga.
Jadilah dia bertahan pada keadaan di mana dia tetap bisa berada di samping Kumbang dengan perasaannya yang tak berubah, dan status mereka yang juga tak berubah. Bunga sebenarnya ingin semua ini berhenti, tapi dia tidak ingin lari. Dia mungkin tidak ingin menyesal. Entahlah.
Entah bagaimana sakit yang sedang Bunga rasakan sekarang, namun dia toh memilih bertahan. Dia memilih untuk tetap menjadi telinga bagi cerita-cerita Kumbang. Menjadi pelarian ketika Kumbang tak punya rumah untuk pulang. Menjadi ada setiap Kumbang butuh sandaran.
Mungkin hingga nanti Kumbang sendiri yang memilih pergi.
Ketika dihadapkan pada pilihan yang sama-sama sulit, yang bisa kita lakukan memang hanya mengambil jalan yang paling ringan rasa sakitnya. Dan Bunga sepertinya menganggap jalan itu sebagai keburukan teringan.
Bukan takaranku untuk memberikan pendapat Kumbang bukan pria yang layak untuk diperjuangkan sebegitunya atau apa. Aku hanya berharap Bunga segera menemukan tambatan, entah Kumbang atau bukan orangnya. Bukankah hidup kita akhirnya harus bahagia?
Ah, iya. Ingatkan aku untuk menjewer telinga Kumbang kalau kapan-kapan kami bertemu. Bagaimana pun, dia sukses membuatku geregetan >_<
Mungkin.
Iya. Aku sendiri punya beberapa sahabat pria, dan hubungan kami baik-baik saja. Meski memang harus aku akui bahwa kadang ada interaksi yang tampak lebih dari sekedar teman. Kadang memang ada rasa-rasa kelewat batas yang datang di luar kuasa kami--atau mungkin aku-- mencegah. Seperti bantuan, simpati, pengorbanan, perhatian, atau kecemasan-kecemasan yang berlebihan untuk ukuran teman. Kadang-kadang memang ada hal-hal semacam itu. Terlebih wanita katanya adalah makhluk yang paling enggak bisa meninggalkan perasaan. Begitulah.
Namun percayalah bahwa perasaan yang ada tak harus perasaan-yang-seperti-itu. Tahu kan maksudku?
Aku pikir, kami memang layak saling menyayangi. Bagaimana pun, waktu memang akan menumbuhkan kenangan-kenangan yang membuat kami sulit lepas. Meski begitu, aku dan sahabat-sahabat priaku toh tahu koridor kami masing-masing. Kami tahu batas di mana kami harus berhenti. Seolah ada perjanjian tak tertulis pun tak terucap soal apa yang boleh dan tidak boleh kami campuri.
Sehubungan dengan ini, Dave Mattheus Band, sebuah band rock asal Amerika yang digawangi oleh Dave Mattheus, memiliki sebuah quote terkenal yang bunyinya:
"A guy and a girl can be just friends. But at one point or another, they'll fall for each other... Maybe temporarily, maybe at the wrong time, maybe too late, or maybe forever."
Baiklah. Apa sih yang lebih membahagiakan dari menemukan lawan jenis yang bisa menerima, mengerti, memberikan mentoleransi, menjaga, memahami, bahkan dengan segala kerumitan masing-masing. Akui sajalah bahwa wanita itu rumit di mata pria, seperti pria juga rumit di mata wanita. Namun wanita dan pria yang bersahabat, entah bagaimana seolah bisa begitu saja merangkum kerumitan itu menjadi hal yang menyenangkan. Siapa yang lebih ideal bagi wanita selain pria yang kita tahu cara menghadapi kerumitannya dan dia juga tahu cara menghadapi kerumitan kita? Begitu juga sebaliknya.
Hubungan macam apa sih yang sebenarnya kita cari dari pasangan kita kalau bukan saling paham?
Namun entah kenapa, ketika statusnya sudah menjadi sahabat, rasanya sulit untuk diubah ke bentuk yang lain. Aku sendiri termasuk tipe orang yang menganggap sahabat pria sebagai orang yang tampak dekat, padahal sebenarnya jauh. Orang yang aku sayang, aku enggak rela kehilangan, tapi kalau cinta bisa memilih, aku juga enggak mau ada cinta-macam-itu antara kami.
Masih ingat Kumbang dan Bunga? Iya. Aku menulis ini karena ingat mereka.
Kumbang dan Bunga yang sempat menjauh lantara mencium aroma dari perasaan yang tak biasa, karena suatu keadaan yang membuat mereka harus bersama, kembali dekat. Keduanya seperti masih menyimpan kutub magnet masing-masing yang membuat mereka susah benar-benar lepas. Seolah baik Bunga mau pun Kumbang sudah bergantung satu sama lain.
Bahkan hubungan mereka kali ini lebih hangat dari sebelumnya. Meski tak lantas menjadi lebih jelas.
Perdamaian Bunga pada kenyataan bahwa cinta diam-diamnya pada Kumbang tak mungkin berjalan seperti yang dia inginkan, kembali mentah. Dia luluh lagi pada kehadiran Kumbang. Dia ragu lagi pada keputusan yang sempat hampir dia percaya. Terlebih Kumbang kali ini seperti memberi isyarat yang Bunga tak bisa tak berharap apa-apa darinya.
Percayalah bahwa setiap wanita dianugrahi intuisi. Wanita bisa dengan jelas menangkap sinyal-sinyal bahkan dari frekuensi samar. Bagi bunga, kenyataan bahwa Kumbang tak bisa jauh darinya seolah garansi bahwa sebenarnya bagi Kumbang dia juga istimewa. Itu jugalah yang membuat Bunga tidak rela begitu saja melepas cintanya pada Kumbang. Tak ada yang bisa melepas sesuatu yang masih diam-diam kita yakini.
Percayalah bahwa intuisi wanita biasanya tepat. Percayalah bahwa wanita itu peka, secuek apa pun penampakannya di luar. Bahkan kadang berasa kelewat peka. Itulah kenapa tidak mudah bagi wanita untuk percaya pada kesimpulannya sendiri. Tahu kan bahwa GR itu selalu berakhir menyakitkan? Makanya, bahkan meski mengerti, biasanya wanita akan menampik hipotesisnya sendiri. Kebanyakan wanita memilih menunggu hingga apa yang dia prediksi akan terjadi, benar-benar terjadi. Begitu juga Bunga.
Jadilah dia bertahan pada keadaan di mana dia tetap bisa berada di samping Kumbang dengan perasaannya yang tak berubah, dan status mereka yang juga tak berubah. Bunga sebenarnya ingin semua ini berhenti, tapi dia tidak ingin lari. Dia mungkin tidak ingin menyesal. Entahlah.
Entah bagaimana sakit yang sedang Bunga rasakan sekarang, namun dia toh memilih bertahan. Dia memilih untuk tetap menjadi telinga bagi cerita-cerita Kumbang. Menjadi pelarian ketika Kumbang tak punya rumah untuk pulang. Menjadi ada setiap Kumbang butuh sandaran.
Mungkin hingga nanti Kumbang sendiri yang memilih pergi.
Ketika dihadapkan pada pilihan yang sama-sama sulit, yang bisa kita lakukan memang hanya mengambil jalan yang paling ringan rasa sakitnya. Dan Bunga sepertinya menganggap jalan itu sebagai keburukan teringan.
Bukan takaranku untuk memberikan pendapat Kumbang bukan pria yang layak untuk diperjuangkan sebegitunya atau apa. Aku hanya berharap Bunga segera menemukan tambatan, entah Kumbang atau bukan orangnya. Bukankah hidup kita akhirnya harus bahagia?
Ah, iya. Ingatkan aku untuk menjewer telinga Kumbang kalau kapan-kapan kami bertemu. Bagaimana pun, dia sukses membuatku geregetan >_<
Borobudur, 02 Februari 2015
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!