Aku sepertinya mulai mengerti kenapa pria suka "minggat". Iya, minggat. Pergi tanpa pamit itu, namanya minggat kan?
Jadi aku kenal beberapa teman pria yang entah kenapa, lebih suka pergi diam-diam. Mereka bilang perpisahan itu rempong. Bahkan perpisahan sama orang yang paling dekat sekali pun. Pamitan itu ya cukup sama orang tua aja. Makanya enggak ada angin enggak ada hujan, tiba-tiba mereka juga udah enggak ada aja. Udah hilang entah di mana.
Temanku ada yang beberapa waktu lalu menggemparkan dunia persilatan karena dia mendadak pindah, tanpa ada yang benar-benar tahu ke mana. Aku yang diketahui sebagai salah satu orang terdekatnya menjadi sasaran cecaran pertanyaan, yang hanya bisa aku jawab dengan pertanyaan juga. Aku cuma tahu dia mau pergi, tapi dia sama sekali enggak bilang kapan dan tepatnya ke mana. Aku bahkan baru tahu kalau dia sudah benar-benar pergi ketika orang-orang tanya.
Lalu aku mulai menyadari kalau dia "minggat" ketika yang tanya sama aku adalah salah satu teman dekat kami juga.
Belakangan dia baru cerita kalau dia emang enggak bilang ke siapa-siapa. Dia baru cerita dia pindah ke mana. Dia baru bilang sekarang dia kerja di mana. Katanya, dia enggak mau pergi membawa beban. Dia bahkan bilang kalau dia baru kasih kabar ke cewek yang notabene adalah gebetannya kalau dia pindah, setelah dia sampai di tempat tujuan.
Katanya, enggak enak kalau pergi tapi ada yang nggondeli. Enggak enak kalau pergi sambil dilepas sama tampang sedih yang bilang enggak papa tapi jelas kelihatan enggak rela. Rasanya aneh aja cuma mau pergi, harus pake rame kayak orang mau naik haji. Terlebih kalau sampai ada air mata. Ya tahu lah ya namanya wanita melepas pria yang dia suka itu kayak gimana.
Di satu sisi, aku emang mengerti kenapa dia memilih pergi dengan tenang. Kalau ada yang enggak rela sama kepergiannya pun, dia toh enggak harus melihat. Jadi bebannya enggak ada. Ah, tapi ini bocah agak GR juga sih kalau dipikir-pikir. Kalau memang itu alasannya, minggatnya cukup dari gebetan dia itu aja kan? Lha emangnya kalau aku sama teman-temannya yang lain juga bakal melepas dia dengan air mata? -_-
Kami kayaknya cuma bakal minta traktiran perpisahan deh. Eh, apa itu juga sudah dia pertimbangkan ya? Dia sebenarnya lari juga dari todongan teman-temannya. Haha.
Duh, OOT.
Jadi gini. Kayak yang aku bilang tadi, di satu sisi aku mengerti. Tapi di sisi lain, apa dia enggak mikir ya kalau buat si wanita (baca: gebetannya), kehilangan tiba-tiba itu jauh lebih nyesek dari perpisahan? Seriusan. Anggaplah benar akan ada air mata (meski menurutku bagian ini berlebihan sih. Haha), percayalah bahwa air mata itu cuma wujud keterharuan aja. Air mata itu cuma kayak air mata lain kalau kami lagi nonton film sendu. Jadi kalian para pria sebenarnya enggak perlu merasa bertanggung jawab untuk itu.
Percayalah bahwa perpisahan yang menyedihkan itu jauh lebih baik bagi kami dari pada kehilangan mendadak yang tiba-tiba kamu enggak ada. Perpisahan itu kelihatan sepele, tapi kayak batu loncatan buat kami untuk mempersiapkan diri kehilangan. Perpisahan itu macam memberi kami waktu untuk menikmati kebersamaan dengan sebaik-baiknya, sebagai cadangan buat nanti kalau kita udah susah ketemu.
Setidaknya, biar kami punya jawaban kalau suatu kali ada yang tanya kamu ke mana. Karena mendapat predikat sebagai orang terdekat (mau itu teman, saudara, sahabat, gebetan, pacar) adalah sebuah tanggung jawab tersendiri. Rasanya aneh kan kalau dianggap dekat tapi ternyata enggak tahu apa-apa pas ditanya?
Atau setidaknya, biar kami bisa dapat makan gratisan lah #dzeg!!
Haha
Jadi aku kenal beberapa teman pria yang entah kenapa, lebih suka pergi diam-diam. Mereka bilang perpisahan itu rempong. Bahkan perpisahan sama orang yang paling dekat sekali pun. Pamitan itu ya cukup sama orang tua aja. Makanya enggak ada angin enggak ada hujan, tiba-tiba mereka juga udah enggak ada aja. Udah hilang entah di mana.
Temanku ada yang beberapa waktu lalu menggemparkan dunia persilatan karena dia mendadak pindah, tanpa ada yang benar-benar tahu ke mana. Aku yang diketahui sebagai salah satu orang terdekatnya menjadi sasaran cecaran pertanyaan, yang hanya bisa aku jawab dengan pertanyaan juga. Aku cuma tahu dia mau pergi, tapi dia sama sekali enggak bilang kapan dan tepatnya ke mana. Aku bahkan baru tahu kalau dia sudah benar-benar pergi ketika orang-orang tanya.
Lalu aku mulai menyadari kalau dia "minggat" ketika yang tanya sama aku adalah salah satu teman dekat kami juga.
Belakangan dia baru cerita kalau dia emang enggak bilang ke siapa-siapa. Dia baru cerita dia pindah ke mana. Dia baru bilang sekarang dia kerja di mana. Katanya, dia enggak mau pergi membawa beban. Dia bahkan bilang kalau dia baru kasih kabar ke cewek yang notabene adalah gebetannya kalau dia pindah, setelah dia sampai di tempat tujuan.
Katanya, enggak enak kalau pergi tapi ada yang nggondeli. Enggak enak kalau pergi sambil dilepas sama tampang sedih yang bilang enggak papa tapi jelas kelihatan enggak rela. Rasanya aneh aja cuma mau pergi, harus pake rame kayak orang mau naik haji. Terlebih kalau sampai ada air mata. Ya tahu lah ya namanya wanita melepas pria yang dia suka itu kayak gimana.
Di satu sisi, aku emang mengerti kenapa dia memilih pergi dengan tenang. Kalau ada yang enggak rela sama kepergiannya pun, dia toh enggak harus melihat. Jadi bebannya enggak ada. Ah, tapi ini bocah agak GR juga sih kalau dipikir-pikir. Kalau memang itu alasannya, minggatnya cukup dari gebetan dia itu aja kan? Lha emangnya kalau aku sama teman-temannya yang lain juga bakal melepas dia dengan air mata? -_-
Kami kayaknya cuma bakal minta traktiran perpisahan deh. Eh, apa itu juga sudah dia pertimbangkan ya? Dia sebenarnya lari juga dari todongan teman-temannya. Haha.
Duh, OOT.
Jadi gini. Kayak yang aku bilang tadi, di satu sisi aku mengerti. Tapi di sisi lain, apa dia enggak mikir ya kalau buat si wanita (baca: gebetannya), kehilangan tiba-tiba itu jauh lebih nyesek dari perpisahan? Seriusan. Anggaplah benar akan ada air mata (meski menurutku bagian ini berlebihan sih. Haha), percayalah bahwa air mata itu cuma wujud keterharuan aja. Air mata itu cuma kayak air mata lain kalau kami lagi nonton film sendu. Jadi kalian para pria sebenarnya enggak perlu merasa bertanggung jawab untuk itu.
Percayalah bahwa perpisahan yang menyedihkan itu jauh lebih baik bagi kami dari pada kehilangan mendadak yang tiba-tiba kamu enggak ada. Perpisahan itu kelihatan sepele, tapi kayak batu loncatan buat kami untuk mempersiapkan diri kehilangan. Perpisahan itu macam memberi kami waktu untuk menikmati kebersamaan dengan sebaik-baiknya, sebagai cadangan buat nanti kalau kita udah susah ketemu.
Setidaknya, biar kami punya jawaban kalau suatu kali ada yang tanya kamu ke mana. Karena mendapat predikat sebagai orang terdekat (mau itu teman, saudara, sahabat, gebetan, pacar) adalah sebuah tanggung jawab tersendiri. Rasanya aneh kan kalau dianggap dekat tapi ternyata enggak tahu apa-apa pas ditanya?
Atau setidaknya, biar kami bisa dapat makan gratisan lah #dzeg!!
Haha
Borobudur, 02 Februari 2015
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!