Hai, kau! Apa kabar?
Sepertinya belakangan ini aku mulai terlalu banyak bicara
hingga lupa mendengar.
Aku terlalu banyak mendongeng hingga larut,
lantas lupa menengok pesan yang kau selipkan di sela malam.
Masih hidupkah kau?
Lantas kenapa tak lagi kutemukan geletar yang dulu selalu kunikmati denyutannya itu?
Sakitkah kau?
Matikah kau?
Kukilas satu persatu perkara yang bersebaran di meja makan.
Beberapa terbang hingga lantai, lantas terinjak entah kaki siapa.
Aku sungguh rindu masa saat menyentuhmu terasa begitu mudah.
Aku sungguh rindu masa saat kau bangunkanku ketika malam belum katam pulang,
dan aku tak pernah merasa harus marah
bahkan meski saat itu mimpiku tengah begitu indah.
Coba beri tahu,
apa yang seharusnya kulakukan untuk mendengar suaramu lagi,
hati.
Aku lelah kalah membuka mata dari matahari.
Sepertinya belakangan ini aku mulai terlalu banyak bicara
hingga lupa mendengar.
Aku terlalu banyak mendongeng hingga larut,
lantas lupa menengok pesan yang kau selipkan di sela malam.
Masih hidupkah kau?
Lantas kenapa tak lagi kutemukan geletar yang dulu selalu kunikmati denyutannya itu?
Sakitkah kau?
Matikah kau?
Kukilas satu persatu perkara yang bersebaran di meja makan.
Beberapa terbang hingga lantai, lantas terinjak entah kaki siapa.
Aku sungguh rindu masa saat menyentuhmu terasa begitu mudah.
Aku sungguh rindu masa saat kau bangunkanku ketika malam belum katam pulang,
dan aku tak pernah merasa harus marah
bahkan meski saat itu mimpiku tengah begitu indah.
Coba beri tahu,
apa yang seharusnya kulakukan untuk mendengar suaramu lagi,
hati.
Aku lelah kalah membuka mata dari matahari.
Borobudur, 14 Februari 2015
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!