Pada masanya aku adalah gadis
yang suka galau di setiap kesempatan. Gerimis dikit, curhat. Dingin dikit, bikin tulisan.
Begitulah. Meski basically aku males pacaran, tapi pengen deh rasanya punya seseorang biar ga cuma bisa nyender di pintu kaca ya kaan.
Sampai tiap kali capek kuliah, di kosan selalu bilang, “Aku pengen nikah
aja deh rasanya!”
And time flies until me, my self, doesn’t
realize.
You come.
Dan di sinilah aku sekarang. Menjadi seorang
istri dan ibu dari satu anak. Menjalankan peran berbeda praktis membuatku
melihat dunia dengan cara yang tak lagi sama. Pemikiranku berubah. Pertimbanganku berubah.
Me on the old years be like:
KULIAH LUAR NEGERI. Belajar TOEFL. Cari les-lesan. Cari beasiswa. Jurusan pariwisata
biar bisa jalan-jalan dan memajukan sektor pariwisata Indonesia pada umumnya
dan Borobudur pada khususnya. Udah kayak latar belakang skripsi aja kan.
Me nowadays: kalau kuliah di luar negeri, anak nanti yang urus siapa ya? Suami gimana ya? Yatapi kan katanya wanita tetep
harus punya mimpi kan ya. Yaudah. BISMILLAH SEMOGA BISA LANJUT KULIAH LAGI. Ini resolusi apa nama file skripsi sih?
Jurusan pariwisata udah ga memungkinkan. Mau ekonomi syariah bisa nih ambil yang di kampus
deket rumah. Eh, tapi kok aku malah jadi lebih tertarik sama psikologi anak ya. Ah, dipikir nanti aja ini mah.
Hahaha.
See? Nikah bukan jalan keluar. Itu
Cuma gerbang yang membawamu dari satu candradimuka ke candradimuka lain. Bcz struggle
is ALWAYS real, Beb. Kamu nikah apa enggak. HAHAHA.
Terus kamu nyesel ga nikah?
Pernah ada yang nanya kek gitu. To
be honest, berkali-kali tiap kali lagi kesel sama kamu aku lebih suka bilang “untung udah terlanjur” dari pada “untung aku sayang”. Hahaha.
Tapi menyesal?
Ya emang siih. Selalu ada masa-masa ketika aku kesel
sama diriku sendiri yang lingkarannya tak seluas dulu. Aku kesel sama diriku
sendiri yang mimpinya tak seliar dulu. Aku kesel sama diriku sendiri yang
idealismenya tak sebara dulu. Aku kesel sama diriku sendiri yang berubah jadi
too realistic to be me gitu.
Kadang rasanya kok kayak ga kenal
sama diri sendiri.
Namun pada masa-masa lain ketika
aku capek sama Lasma, kesel sama papanya (ya kamu itu, ga usah dipikir lagi siapa), capek sama kerjaan di kantor, di
titik terendahku sebagai diri sendiri, aku justru menemukan ternyata setelah menikah diriku tak pernah lagi merasakan
hampa.
Ya namanya juga emak-emak, mana sempet lagi bahkan untuk merasa hampa. Wkwkwkwk.
NO. Seriously. Maksudku
justru aku ternyata merasa hangat dengan semua sesak yang sekarang kudapat. Kayak yang lebih terbuka gitu jalanku tuh mau kemana. Kayak yang lebih terarah gitu pilihanku itu mempertimbangkan apa.
Meski aku masih sering gatau harus ngapain, meski hidup masih selalu penuh kejutan, meski masih ga tau kalau ditanya tujuan, tapi setidaknya sekarang aku merasa aku mulai tahu dasar dari setiap keputusanku itu apa. Dan kenapa.
Meski dengan dietnya lingkaran pertemanan kadang membuat aku kesepian, tapi sekarang aku semacam sadar kalau aku akan selalu punya tempat untuk pulang.
TAPI AKU JADI GA BISA NULIS
GALAU LAGI! SENSE GALAUKU TUMPUL!! PUISIKU KEHILANGAN RASA! KESEL KAN AKU JADINYA.
Wkwkwk.
Ini memang baru tahun ketiga
lebih sehari kehidupan pernikahan kita. Masih banyak yang harus kita lalui sebelum kita bisa mewujudkan
resolusi untuk bergandengan tangan di usia 80 tahun nanti sambil bilang, “We
did it.”
Dan semoga Tuhan Yang Maha Membolak-Balikkan Hati merestui kita untuk selalu membersamai satu sama lain sampai jannah nanti. Terima kasih untuk membuat hidupku yang (tidak terlalu) sederhana menjadi semakin rumit untuk dijalani.
I love you.
Jakarta, 8 Januari 2020
Finally! Selamat datang di kenyataan hidup emak-emak yang penuh warna, drama plus dinamika tapi penuh cinta ding wkwkwk 🤗🤗 Jangan lupa BW ya, dear 😁
ReplyDeleteHaai. Makasih sudah berkunjung, Senior! Tabik! :)
Delete