Sumber gambar: bandung.bisnis.com |
Rasanya bayangan tentang masa depan kita itu kelewat muluk. Kelewat absurd kalau aku harus berharap dua atau tiga tahun ke depan, pergantian presiden sudah akan menunjukkan dampak yang signifikan. Ini pasti bukan yang pertama kita dibuat kenyang dengan janji-janji.
Aku justru lebih ingin tahu suasana di masing-masing kubu. Dukungan, do'a, pembelaan yang selama ini terlontar itu sebenarnya apa. Cintakah? Euforiakah?
Pengusung para pemimpin itu apa masih akan berdiri di tempatnya dua atau tiga tahun mendatang? Apa mereka akan tetap jadi yang pertama menjaga aib pemimpinnya? Apa mereka akan tetap jadi yang paling siap mendukung keputusan pemimpinnya? Apa mereka akan tetap jadi yang paling depan menjaga pemimpinnya agar tak salah jalan?
Atau elu-elu yang didendang hingga berbusa-busa entah dengan kepentingan apa itu hanya akan jadi hujatan yang dilontar dengan tak kalah berbusanya? Jika yang diusungnya ternyata tak cukup tangguh. Jika ternyata yang diusungnya tak sesuai harapan. Jika janji-janji yang kadung diobral itu tak lekas terbayar. Jika pemimpinnya (semoga tak sengaja) khilaf.
Apa dukungan itu akan berubah menjadi cacian?
Karena kita tak akan sampai mana-mana kalau masih mengharapkan datangnya pemimpin yang sempurna. Karena kita tak akan sampai mana-mana kalau masih meletakkan bangsa kita hanya di satu pundak saja. Karena kita tak akan sampai mana-mana kalau belum bisa menjadi pemimpin diri sendiri, yang bisa dipimpin bahkan ketika kita merasa bisa mempimpin dengan lebih baik.
Semoga suasana ini cinta, Ya Allah. Semoga bukan euforia saja. Karena tak ada pemimpin sempurna. Karena keduanya hanya manusia biasa yang punya malaikat dan setan dalam dirinya.
Hingga jika kemungkinan terburuk terjadi, kalau pada akhirnya nanti ternyata kita mendapat orang yang salah, yang dulunya mengusung setidaknya bisa mendebat dengan cara yang cantik. Sadarlah kalau bagaimana pun dulu pernah sekuat tenaga memberitakan kebaikan-kebaikannya dan menyanggah berita miring tentangnya. Akuilah baik-baik kalau salah. Jangan mempermalukan diri sendiri dengan menjilat ludah sendiri. Dilap sajalah kalau kadung pernah ngeludah.
Terus yang oposisi? Setiap yang bisa memimpin dirinya sendiri pasti tahu bagaimana berdemokrasi tanpa mempermalukan diri sendiri, tanpa mempermalukan negeri sendiri. Berkacalah pada negara-negara tetangga yang harus dikasihani dunia karena perang-kepentingan dalam bangsanya.
Ah, sudahlah. Aku toh cuma awam yang coba memberikan penilaian. Semoga suasana ini cinta, Ya Allah. Semoga bukan euforia saja.
Banjarsari, 12 Juni 2014
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!