Skip to main content

Tentang Keputusan Menikah, Adakah yang Aku Sesali?




Beberapa kawanku sebentar lagi mau nikah. Senangnya. Wanita yang sebentar lagi mau menikah itu auranya sama: sumringah. Melihatnya saja sudah membuatku ikut bungah. Terlebih kalau dia mulai menceritakan bagaimana perjalanan mereka hingga dia memutuskan pasrah saat terjebak dalam euforia menikah. Terperangkap selamanya dengan satu pria yang sama. Insya Allah. “Penjara” apa lagi yang bisa lebih indah?

Aku serius waktu kubilang itu penjara yang indah. Itu jebakan yang menyenangkan. Yaaaa setidaknya hingga beberapa tahun pertama, katanya. Aku bahkan belum katam tahun pertama, jadi aku tidak akan banyak komentar soal momok prahara tahun-tahun berikutnya. Hahaha

Kembali ke rencana menikah.

Mendengar mereka bercerita selalu mengingatkanku pada ceritaku sendiri. Kalau diingat manis-manis geli. Memutuskan untuk menikahi orang yang sebelumnya bahkan sama sekali tidak kamu kenali? Ya ampun. Dulu aku pasti menilai gegabah orang sepertiku.

Dan itu juga yang menjadi pertanyaan kebanyakan teman-teman wanitaku yang berencana menikah sebentar lagi. “Apa yang membuatmu yakin?” Iya. Hampir semua wanita yang kukenal selalu meragukan keyakinannya sendiri kalau bicara soal pernikahan. Makin dekat tenggatnya justru makin bimbang. Karena menikah bukan perkara yang bisa direvisi ketika salah. Aku juga sama.

Lantas apa yang lalu membuatku yakin?


Coba kuingat ulang. Lelakiku adalah pria yang tetiba datang. Dia bukan seorang kawan. Bahkan bukan kawannya kawan. Pertemuan pertama kami terjadi di rumahku, ketika dia dan aku pun orang tuanya dan orang tuaku masing-masing saling asing. Namun kami berbincang macam sabahat lama. Entah kenapa. Hanya dengan bekal saudara jauh yang kami sama-sama kenal.

Tak ada perjodohan hari itu. Sama sekali tidak. Bahkan hingga pulangnya kami masih tak saling kenal. Namanya saja aku tak tahu. Tidak ada yang membahas, pun tidak kutanyakan. Namun waktu berjalan. Dan apa yang harus terjadi, terjadilah.

Kurang dari 100 hari kemudian dia benar-benar datang lagi ke rumahku sekeluarga besar: aku dilamar!! Lantas tak sampai 100 hari lagi juga waktu untuk kami mempersiapkan pernikahan.

Waktu itu sebagian besar orang-orang dekatku keheranan. “Kok kamu ga pernah cerita?” pertanyaan itu yang selalu dilontarkan. Tentangnya, aku bisa cerita apa? Bahkan bagiku sendiri saja dia terlalu tiba-tiba. Hingga kadang kupikir kami memang terlalu tergesa.

Lantas apa yang akhirnya membuatku yakin? Karena dia yakin.

Dalam benakku, wanita mana yang tidak akan yakin pada pria yang yakin untuk bisa mempertanggungjawabkan dia selamanya? Dia buat aku percaya kalau tidak ada yang perlu aku khawatirkan soal apa yang sedang kami tuju bersama.

Sementara aku tak juga menemukan alasan untuk menolaknya. Lantas kuharus lari kemana? Kenapa?

Pernah ada yang mempertanyakan bagaimana seandainya aku gegabah. Seandainya aku salah memilah. Seandainya ternyata dia tak seperti yang kulihat singkat. Seandainya ternyata dia bukan orang yang tepat. Lagi pula, aku tidak terlalu mengenalnya.

Tapi, bukankah kita tak bisa menentukan berapa lama waktu yang kita butuhkan hingga kita bisa bilang katam mengenal seseorang? Jika bahkan kita masih merasa kurang mampu memahami diri kita sendiri kadang-kadang. Lantas pria mana yang lebih pantas kusemogakan karena lebih kukenal dari pada dia yang datang dengan jantan meminta tanggung jawab atasku dari orang tuaku?

Bagiku, tidak ada yang layak menunggu sesuatu yang tak punya tenggat waktu.

Lalu di sinilah kami. Saling menyemogakan untuk terus terjebak dalam ikatan ini sehidup semati.

Tentang ini, apa ada yang aku sesali?

Sejujurnya, kadang aku merasa mungkin aku memang salah memilah. Ternyata dia tak persis seperti yang dulu kulihat singkat. Pada beberapa kasus dia ternyata bukan orang yang tepat. Dan ternyata aku memang tidak terlalu mengenalnya.

Tapi kami punya waktu seumur hidup untuk saling memahami lebih jauh lagi. Untuk belajar saling mencintai lebih dalam lagi.

Lantas, tentang ini apa ada yang harus aku sesali? J



Jakarta, 20 Juli 2017
Dien Ihsani
P.S: Menurutku, justru dia yang cukup gegabah menawarkan diri mengemban tanggung jawab atas wanita asing yang dia bahkan tak pernah tahu apakah dosaku tak lebih besar dari beban dosanya sendiri. Hahaha 3:)

Comments

Paling Banyak Dibaca

Ketika Wanita Jatuh Cinta... Kepada Sahabatnya

Apa yang terjadi ketika seseorang jatuh cinta? Katanya cinta itu indah. Bahkan eek saja bisa berasa coklat buat orang yang lagi jatuh cinta. Emmmmm... untuk yang satu ini aku menolak untuk berkomentar deh. Bagiku eek tetaplah eek dan coklat tetaplah coklat. Namun jatuh cinta pada sahabat? Beberapa orang bilang bahwa jatuh cinta paling indah itu adalah jatuh cinta kepada sahabat. Terlebih jika gayung bersambut. Bagaimana tidak? Apa yang lebih indah dari pada mencintai orang yang kita tahu semua boroknya, paling dekat dengan kita, dan mengenal kita sama baiknya dengan kita mengenal dia. You almost no need to learn any more . Adaptasinya enggak perlu lama. Namun tak sedikit yang bilang bahwa jatuh cinta pada sahabat itu menyakitkan. Gayung bersambut pun tak lantas membuat segalanya menjadi mudah. Terlebih yang bertepuk sebelah tangan. Akan ada banyak ketakutan-ketakutan yang tersimpan dari rasa yang diam-diam ada. Rasa takut kehilangan, takut saling menyakiti, takut hubungannya berak

Filosofi Cinta Edelweiss

Edelweiss Jawa ( Anaphalis javanica ). Siapa sih yang nggak kenal bunga satu ini? Minimal pernah denger namanya deh.. Edelweiss biasa tumbuh di puncak-puncak gunung. Di Indonesia misalnya, edelweiss bisa ditemukan di Puncak Semeru, Puncak Lawu, Puncak Gede Pangrango, dan tempat-tempat lain yang mungkin temen-temen jauh lebih tau dari pada saya. Indonesia sendiri punya berbagai macam jenis edelweiss. Mulai dari yang putih sampai yang kuning, mulai dari yang semak sampai yang setinggi rambutan.

Buaya Darat #1

Guys , pasti pernah mendengar istilah buaya darat kan ya? Istilah ini dalam KBBI artinya penjahat atau penggemar perempuan. Namun pada perkembangannya lebih banyak digunakan pada kasus kedua. Biasanya pria yang suka mempermainkan wanita akan mendapat predikat buaya darat. Entah kenapa masalah main-mempermainkan ini selalu diidentikkan dengan kaum adam. Kalau ada yang bilang player, hidung belang,   juga buaya darat, pasti imajinasinya langsung ke sosok berkromoso-xy: pria. Wanita sendiri sampai saat ini tidak punya julukan khusus macam itu, meski sekarang bukan cuma pria yang bisa mempermainkan wanita. Kasus sebaliknya sudah marak sekali terjadi. Oke, kembali ke buaya darat. Aku tidak tahu kenapa buaya dijadikan sebagai maskot ketidak-setiaan. Padahal buaya di habitat aslinya dikenal sebagai makhluk yang setia. Tidak seperti kebanyakan hewan, buaya jantan hanya akan kawin dengan satu betina yang sama seumur hidupnya. Beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa jika betinanya mati lebih