Di sini aku belajar membaca orang. Ini sungguh seni yang sulit luar biasa. Berbeda dengan buku yang bisa begitu saja kututup lantas kukembalikan ke rak begitu aku tak suka. Ini sungguh berbeda.
Ah, iya. Tentang membaca orang. Bukankah kita semua sudah belajar dari dulu, bahkan sebelum kita sadar? Dengan cara itulah kita suka digendong orang tertentu dan menolak diajak lainnya. Dengan cara itulah kita memilih teman. Dengan cara itulah ada guru kesayangan. Kita selalu membaca. Lantas memberikan penilaian. Dengan cara itulah kita mulai menyukai seseorang. Bahkan dengan cara itu juga kita mendaulat seseorang menjadi musuh bebuyutan.
Kalau penilaianmu jelek, yang tinggalkan.
Dulu sesederhana itu.
Sekarang enggak.
Hidup ternyata tak bisa selamanya serebel mahasiswa. Hal-hal busuk tidak selamanya bisa ditolak.
Iya. Di sini aku belajar membaca orang, memberikan penilaian, dan menerima apa pun hasilnya. Jika dulu aku hanya tahu di buku lantas kupajang di dinding kamar bahwa bahagia itu kita sendiri yang cipta, sekarang aku harus belajar mengimplementasikannya. Karena ya! Mungkin semakin tua kita akan semakin sulit mencari kebahagiaan-kebahagiaan di luar sana. Mungkin semakin lama sisa jam kerja kita akan semakin sulit digunakan untuk hura-hura. Mungkin semakin lama kita akan semakin sulit menemui teman berbagi tawa.
Nah. Aku mulai ngomong seperti orang tua. Haha. Sedih.
Di sini aku bertemu banyak macam manusia. Iya. Selalu ada orang baik dan orang busuk di mana-mana. Bahkan orang baik yang juga busuk dan sebaliknya pun ada. Aku lihat sendiri betapa orang yang salah bisa membawa kita ke tempat yang salah. Dan kita ga selalu punya kesempatan lari.
Dunia nyata ini ternyata serius! Kesel.
Kita memang akan selalu semuda apa yang kita pikirkan. Tapi aku semacam sadar, ternyata semakin lama kita semakin mudah menjadi tua. Kita harus pintar-pintar membaca orang untuk menciptakan lingkungan yang tepat untuk tetap merasa muda, sedang sebusuk apa pun dunia.
Ah, iya. Lebih penting lagi. Aku harus belajar menciptakan kebahagiaanku sendiri saat aku nggak punya siapa-siapa kalau aku nggak mau menua. Karena orang asik, tak lagi selalu punya waktu untuk menjadi anti-aging setiap saat aku merasa tua.
Karena ya. Dunia nyata membuat masing-masing kami memiliki dunia kami sendiri yang sedang kami perjuangkan. Dunia kami masing-masing yang di dalamnya kami mencoba bertahan. Dunia kami masing-masing yang karenanya kami belajar tumbuh dewasa, sambil berusaha untuk tidak mengalami penuaan jiwa. Semakin lama, semakin banyak keputusan serius yang kita ambil. I just realize that world can be that serious, sometimes. Dan kadang, dituntut untuk semakin hati-hati melangkah, hati-hati memilih orang itu melelahkan. Tapi kita tetap harus tumbuh kan?
Do I've grown good enough?
Jakarta, 25 Februari 2016
Dien Ihsani
Ah, iya. Tentang membaca orang. Bukankah kita semua sudah belajar dari dulu, bahkan sebelum kita sadar? Dengan cara itulah kita suka digendong orang tertentu dan menolak diajak lainnya. Dengan cara itulah kita memilih teman. Dengan cara itulah ada guru kesayangan. Kita selalu membaca. Lantas memberikan penilaian. Dengan cara itulah kita mulai menyukai seseorang. Bahkan dengan cara itu juga kita mendaulat seseorang menjadi musuh bebuyutan.
Kalau penilaianmu jelek, yang tinggalkan.
Dulu sesederhana itu.
Sekarang enggak.
Hidup ternyata tak bisa selamanya serebel mahasiswa. Hal-hal busuk tidak selamanya bisa ditolak.
Iya. Di sini aku belajar membaca orang, memberikan penilaian, dan menerima apa pun hasilnya. Jika dulu aku hanya tahu di buku lantas kupajang di dinding kamar bahwa bahagia itu kita sendiri yang cipta, sekarang aku harus belajar mengimplementasikannya. Karena ya! Mungkin semakin tua kita akan semakin sulit mencari kebahagiaan-kebahagiaan di luar sana. Mungkin semakin lama sisa jam kerja kita akan semakin sulit digunakan untuk hura-hura. Mungkin semakin lama kita akan semakin sulit menemui teman berbagi tawa.
Nah. Aku mulai ngomong seperti orang tua. Haha. Sedih.
Di sini aku bertemu banyak macam manusia. Iya. Selalu ada orang baik dan orang busuk di mana-mana. Bahkan orang baik yang juga busuk dan sebaliknya pun ada. Aku lihat sendiri betapa orang yang salah bisa membawa kita ke tempat yang salah. Dan kita ga selalu punya kesempatan lari.
Dunia nyata ini ternyata serius! Kesel.
Kita memang akan selalu semuda apa yang kita pikirkan. Tapi aku semacam sadar, ternyata semakin lama kita semakin mudah menjadi tua. Kita harus pintar-pintar membaca orang untuk menciptakan lingkungan yang tepat untuk tetap merasa muda, sedang sebusuk apa pun dunia.
Ah, iya. Lebih penting lagi. Aku harus belajar menciptakan kebahagiaanku sendiri saat aku nggak punya siapa-siapa kalau aku nggak mau menua. Karena orang asik, tak lagi selalu punya waktu untuk menjadi anti-aging setiap saat aku merasa tua.
Karena ya. Dunia nyata membuat masing-masing kami memiliki dunia kami sendiri yang sedang kami perjuangkan. Dunia kami masing-masing yang di dalamnya kami mencoba bertahan. Dunia kami masing-masing yang karenanya kami belajar tumbuh dewasa, sambil berusaha untuk tidak mengalami penuaan jiwa. Semakin lama, semakin banyak keputusan serius yang kita ambil. I just realize that world can be that serious, sometimes. Dan kadang, dituntut untuk semakin hati-hati melangkah, hati-hati memilih orang itu melelahkan. Tapi kita tetap harus tumbuh kan?
Do I've grown good enough?
Jakarta, 25 Februari 2016
Dien Ihsani
Comments
Post a Comment
Semua di sini adalah opini. Let's discuss!