Skip to main content

Balada Sarung Tenun Coklat Kesayangan


Kau percaya firasat? Aku kadang percaya. Terlepas dari ada atau tidak penjelasan ilmiahnya.

Selama ngekos di sini aku agak manja. Gegara ada laundry tepat di depan kosan, aku jadi jarang banget nyuci baju sendiri. Meski beberapa kali ada masalah macam baju ketukar, kelunturan, jadinya lebih lama dari seharusnya, dan sebagainya.

Entah kenapa aku selalu bisa begitu saja memaklumi.

Terlebih ibu dan bapak laundry yang notabene si empunya kosan yang aku tempati itu orangnya baik luar biasa. Sumpah baik banget. Jadi… yasudahlah. Toh memang manusia tempatnya salah. Halah. Apalah. Haha

Meski kadang, aku memang jadi memilih untuk mencuci sendiri baju yang aku paling sayangi. Just in case.
Hingga entah kenapa, beberapa hari lalu aku mencampur sarung tenun coklat kesayanganku ke dalam sekantong pakaian yang akan  aku laundry. Aku masih ingat kalau aku sempat ragu. Aku sempat takut terjadi sesuatu pada sarungku. Namun, entah apa yang akhirnya membuatku memutuskan untuk tidak mencuci sendiri sarung itu seperti biasa.

Aku bahkan sempat berpikir, “Sudahlah. Ini toh cuma barang.”

Aku juga enggak tahu kenapa aku harus mempersiapkan diri kehilangan bahkan sebelum sarung itu masuk laundry-an. Dan aku tetap memasukkannya ke laundry-an -_____-“

Benar saja.
Waktu aku menata baju-baju yang baru aku ambil dari laundry, sarung itu tidak ada di dalamnya. Saat kutanya, Bapak Laundry bilang dia ingat sudah nyuci sarung itu bersama lima sarung lain yang aku tak ingat katanya milik siapa. Awalnya aku pikir, mungkin masuk ke kantong orang lain lantaran aneh ada cewek laundry sarung. Benda itu kan identik sama kromosom-Y.

Tapi, emangnya kenapa kalau aku punya sarung? Lagi pula. bukankah baju-baju itu dinomori sebelum dicuci? Jadi, harusnya klarifikasi apa milik siapa sudah bukan berdasar ingatan dan logikan, kan?
Bapak Laundry bilang mau mencarikannya dulu. Siapa tahu keselip.

Meski pesimis, aku masih berharap sarung itu beneran keselip. Namun, satu sisi benakku justru sekali lagi membatin, “Sudahlah, Ay. Itu toh cuma barang.”

Besoknya, ketika aku menanyakan sarungku lagi, Ibu Laundry bilang kalau sarungnya enggak ada. Dia malah nyuruh aku ngecek almariku lagi. Siapa tahu keselip di tempatku. Soalnya dia ingat sudah nyetrika sarung itu. Iya, udah di setrika. Tapi masalahnya, sekarang ada di mana?

Di sanalah aku merasa bahwa sarung itu tak akan kembali. Percuma.

“Sudahlah, Ay. Itu toh cuma barang,” kata benakku lagi sepanjang perjalananku ke kamar.
Kalimat itu ampuh untuk membuatku sekali lagi memaklumi. Mungkin memang tidak wajar wanita laundry sarung, makanya Bapak-Ibu Laundry alpa memasukkannya ke salah satu kantong milik pelanggan prianya yang entah siapa.

Kalimat itu ampuh, setidaknya hingga aku menutup pintu kamar.

Karena, setelah itu aku tidak bisa untuk tidak menangis. Haha. Berlebihan ya?

I think so.

Tapi ternyata memaklumi dan merelakan itu adalah dua hal yang berbeda. Bahkan ketika aku sepenuhnya sadar bahwa kenangan seharusnya ada di hati, dan bukannya melekat pada benda-benda, tetap sulit bagiku menerima bahwa akhirnya aku harus kehilangan sarung itu. Sarung tenun coklat buluk itu dulu sarung kesayangan papaku. Sarung yang diam-diam kusembunyikan karena aku tidak rela melihatnya dipakai orang lain. Sarung yang kujadikan alas shalat lantaran sajadahku hilang saat pindah kosan. Sarung yang kusimpan sebagai kenang-kenangan.

Sarung yang akhirnya hilang karena aku tak mengikuti intuisiku sendiri.
Rasanya menyebalkan sekali. Ternyata kita memang tidak bisa terbiasa kehilangan, bahkan jika sudah sejak lama kita mempersiapkan diri. Tetap saja rasanya menyebalkan sekali.

Tapi.. aku bisa apa?

Aku terus berusaha meyakinkan diriku sendiri kalau kenangan itu harusnya ada di hati, bukan pada benda-benda yang tak abadi. Toh apa yang berharga bagi kita, mungkin hanya sebuah benda bagi orang lain. Jadi, apa ada gunanya kalau aku marah sama Bapak-Ibu Laundry? Lagi pula, kesalahan ini pasti terjadi bukan karena sengaja.

Namun ternyata, memaafkan dan melupakan juga adalah dua hal yang berbeda.
Aku toh mencuci semua bajuku sendiri kemarin. Aku toh belum berniat mengambil baju laundry-ku yang seharusnya sudah bisa diambil. Aku toh masih sulit menerima kalau sarung itu akhirnya memang harus jatuh ke tangan orang lain. Kalau sarung itu ternyata tak bisa kusembunyikan untuk jadi milikku sendiri selamanya.
Ironisnya, kejadian itu terjadi menjelang hari jadimu, Pa. Iya. Menjelang hari ini. Entah kenapa. Bikin hari merdekanya baper aja.

Selamat ulang tahun, Pa. Dunia ini makin lama makin menakutkan, tapi aku tak akan lupa untuk bahagia :)

Oh iya. Dirgahayu juga Indonesia. Semoga kita akhirnya bisa benar-benar merdeka. I proud of you, no matter what.

Jakarta, 17 Agustus 2015
Dien Ihsani

Comments

Paling Banyak Dibaca

Ketika Wanita Jatuh Cinta... Kepada Sahabatnya

Apa yang terjadi ketika seseorang jatuh cinta? Katanya cinta itu indah. Bahkan eek saja bisa berasa coklat buat orang yang lagi jatuh cinta. Emmmmm... untuk yang satu ini aku menolak untuk berkomentar deh. Bagiku eek tetaplah eek dan coklat tetaplah coklat. Namun jatuh cinta pada sahabat? Beberapa orang bilang bahwa jatuh cinta paling indah itu adalah jatuh cinta kepada sahabat. Terlebih jika gayung bersambut. Bagaimana tidak? Apa yang lebih indah dari pada mencintai orang yang kita tahu semua boroknya, paling dekat dengan kita, dan mengenal kita sama baiknya dengan kita mengenal dia. You almost no need to learn any more . Adaptasinya enggak perlu lama. Namun tak sedikit yang bilang bahwa jatuh cinta pada sahabat itu menyakitkan. Gayung bersambut pun tak lantas membuat segalanya menjadi mudah. Terlebih yang bertepuk sebelah tangan. Akan ada banyak ketakutan-ketakutan yang tersimpan dari rasa yang diam-diam ada. Rasa takut kehilangan, takut saling menyakiti, takut hubungannya berak

Filosofi Cinta Edelweiss

Edelweiss Jawa ( Anaphalis javanica ). Siapa sih yang nggak kenal bunga satu ini? Minimal pernah denger namanya deh.. Edelweiss biasa tumbuh di puncak-puncak gunung. Di Indonesia misalnya, edelweiss bisa ditemukan di Puncak Semeru, Puncak Lawu, Puncak Gede Pangrango, dan tempat-tempat lain yang mungkin temen-temen jauh lebih tau dari pada saya. Indonesia sendiri punya berbagai macam jenis edelweiss. Mulai dari yang putih sampai yang kuning, mulai dari yang semak sampai yang setinggi rambutan.

Buaya Darat #1

Guys , pasti pernah mendengar istilah buaya darat kan ya? Istilah ini dalam KBBI artinya penjahat atau penggemar perempuan. Namun pada perkembangannya lebih banyak digunakan pada kasus kedua. Biasanya pria yang suka mempermainkan wanita akan mendapat predikat buaya darat. Entah kenapa masalah main-mempermainkan ini selalu diidentikkan dengan kaum adam. Kalau ada yang bilang player, hidung belang,   juga buaya darat, pasti imajinasinya langsung ke sosok berkromoso-xy: pria. Wanita sendiri sampai saat ini tidak punya julukan khusus macam itu, meski sekarang bukan cuma pria yang bisa mempermainkan wanita. Kasus sebaliknya sudah marak sekali terjadi. Oke, kembali ke buaya darat. Aku tidak tahu kenapa buaya dijadikan sebagai maskot ketidak-setiaan. Padahal buaya di habitat aslinya dikenal sebagai makhluk yang setia. Tidak seperti kebanyakan hewan, buaya jantan hanya akan kawin dengan satu betina yang sama seumur hidupnya. Beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa jika betinanya mati lebih