Malam ini aku akan mengenangmu. Betapa selama ini topik tentangmu selalu menjadi tabu untuk kubagi. Aku takut pertahanku runtuh tanpa bisa kucegah. Seperti selalu begitu.
Aku harus mulai dari mana?
Tujuh Ramadhan hampir katam kulalui tanpamu, dua hari lagi lebaran ke depalan. Banyak sekali yang telah kau lewatkan. Usiaku sudah lewat 22, apa aku masih pantas disebut remaja? Sepertinya tidak #nyadar diri. haha
Aku bukan lagi gadis kecilmu yang dulu, Pa. Banyak yang berubah. Banyak orang yang datang dan pergi dalam hidupku tanpa pengawasanmu. Banyak yang terjadi tanpa sepengetahuanmu. Banyak keputusan kuambil tanpa nasehat panjangmu.
Aku bukan lagi gadis kecilmu yang dulu, Pa.
Aku tumbuh, Pa. Meski kadang aku tidak yakin apa aku yang sekarang masih gadis yang bisa kau banggakan. Meski kadang aku tidak yakin kalau kau masih ada sekarang kau akan tetap menceritakanku pada kawan-kawanmu dengan penuh kebanggaan.
Lebaran pertamaku tanpamu, aku lupa apa waktu itu aku merasa hampa. Kau pasti tahu butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa tak merasakan hadirmu jelas sangat berbeda dengan kau benar-benar tidak ada. Aku tak lagi bisa menunggumu pulang. Keras kepalaku makin menjadi saja sekian lama tak diadu dengan keras kepalamu.
Bahkan, saat aku tahu kehilanganmu sama sekali tidak mudah, kadang aku menyukuri kepergianmu. Kadang. Mmmm.. seringkali begitu.
Tanpamu, aku mungkin tak akan sebebas ini. Aku mungkin tak akan sampai di sini. Mengingat segala batasan yang selalu kau beri padaku dulu. Atau hanya karena waktu itu aku masih terlalu kecil untuk lepas dari ketiakmu? Mungkin kalau kau masih ada, aku justru melesat lebih jauh lagi.
Ah, siapa sih yang tahu sesuatu yang tak pernah benar-benar terjadi?
Namun yang aku tahu pasti, jika bukan karena kehilanganmu, aku tak akan bisa sekuat ini. Aku mungkin masih gadis keras kepala yang sembunyi di belakangmu tanpa sepengetahuanmu. Berlagak menentangmu padahal tak bisa lepas dari ketiakmu.
Kalau bukan karena kehilanganmu, aku tak akan menyadari bahwa kau adalah pria hebat yang pantas kukagumi. Meski terdengar gila, malam ini aku ingin bilang, "Terima kasih untuk pergi."
Satu-satunya (mungkin) yang aku sesalkan adalah karena kita belum sempat foto keluarga. Aku pengen punya foto keluarga dan menyakitkan ketika aku sadar bahwa sekarang tak akan lagi bisa. Karenanya aku belajar menggambar, agar bisa kuabadikan kita lengkap dan kupajang di rumah suatu saat. Eh, mungkin di kamarku saja. Akan menyakitkan bagi pria itu melihatmu masih kusimpan rapi di dalam hati.
Aku merindukanmu, Pa. Dan tak tahu entah harus kuceritakan pada siapa. Aneh rasanya mendapati topeng yang sekian juta tahun lamanya kupasang mendadak pecah di depan orang lain. Haha. Bahkan ibuk tak pernah tahu bagaimana aku merindukanmu. Karenanya aku belajar menulis. Karena aku tak mungkin bercakap denganmu.
Aku memang bukan gadis kecilmu yang dulu, aku mungkin tak bisa kau banggakan seperti dulu, namun aku tumbuh untukmu, Pa. Aku tumbuh karenamu. Dengan rindu yang kusimpan untukmu.
Selamat lebaran, Pa. Semoga Allah menjagamu dengan cara-Nya di sana seperti dulu kau selalu menjagaku dengan caramu :)
Aku harus mulai dari mana?
Tujuh Ramadhan hampir katam kulalui tanpamu, dua hari lagi lebaran ke depalan. Banyak sekali yang telah kau lewatkan. Usiaku sudah lewat 22, apa aku masih pantas disebut remaja? Sepertinya tidak #nyadar diri. haha
Aku bukan lagi gadis kecilmu yang dulu, Pa. Banyak yang berubah. Banyak orang yang datang dan pergi dalam hidupku tanpa pengawasanmu. Banyak yang terjadi tanpa sepengetahuanmu. Banyak keputusan kuambil tanpa nasehat panjangmu.
Aku bukan lagi gadis kecilmu yang dulu, Pa.
Aku tumbuh, Pa. Meski kadang aku tidak yakin apa aku yang sekarang masih gadis yang bisa kau banggakan. Meski kadang aku tidak yakin kalau kau masih ada sekarang kau akan tetap menceritakanku pada kawan-kawanmu dengan penuh kebanggaan.
Lebaran pertamaku tanpamu, aku lupa apa waktu itu aku merasa hampa. Kau pasti tahu butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa tak merasakan hadirmu jelas sangat berbeda dengan kau benar-benar tidak ada. Aku tak lagi bisa menunggumu pulang. Keras kepalaku makin menjadi saja sekian lama tak diadu dengan keras kepalamu.
Bahkan, saat aku tahu kehilanganmu sama sekali tidak mudah, kadang aku menyukuri kepergianmu. Kadang. Mmmm.. seringkali begitu.
Tanpamu, aku mungkin tak akan sebebas ini. Aku mungkin tak akan sampai di sini. Mengingat segala batasan yang selalu kau beri padaku dulu. Atau hanya karena waktu itu aku masih terlalu kecil untuk lepas dari ketiakmu? Mungkin kalau kau masih ada, aku justru melesat lebih jauh lagi.
Ah, siapa sih yang tahu sesuatu yang tak pernah benar-benar terjadi?
Namun yang aku tahu pasti, jika bukan karena kehilanganmu, aku tak akan bisa sekuat ini. Aku mungkin masih gadis keras kepala yang sembunyi di belakangmu tanpa sepengetahuanmu. Berlagak menentangmu padahal tak bisa lepas dari ketiakmu.
Kalau bukan karena kehilanganmu, aku tak akan menyadari bahwa kau adalah pria hebat yang pantas kukagumi. Meski terdengar gila, malam ini aku ingin bilang, "Terima kasih untuk pergi."
Satu-satunya (mungkin) yang aku sesalkan adalah karena kita belum sempat foto keluarga. Aku pengen punya foto keluarga dan menyakitkan ketika aku sadar bahwa sekarang tak akan lagi bisa. Karenanya aku belajar menggambar, agar bisa kuabadikan kita lengkap dan kupajang di rumah suatu saat. Eh, mungkin di kamarku saja. Akan menyakitkan bagi pria itu melihatmu masih kusimpan rapi di dalam hati.
Aku merindukanmu, Pa. Dan tak tahu entah harus kuceritakan pada siapa. Aneh rasanya mendapati topeng yang sekian juta tahun lamanya kupasang mendadak pecah di depan orang lain. Haha. Bahkan ibuk tak pernah tahu bagaimana aku merindukanmu. Karenanya aku belajar menulis. Karena aku tak mungkin bercakap denganmu.
Aku memang bukan gadis kecilmu yang dulu, aku mungkin tak bisa kau banggakan seperti dulu, namun aku tumbuh untukmu, Pa. Aku tumbuh karenamu. Dengan rindu yang kusimpan untukmu.
Selamat lebaran, Pa. Semoga Allah menjagamu dengan cara-Nya di sana seperti dulu kau selalu menjagaku dengan caramu :)
kamu hebat beh, :')
ReplyDelete